OLEH: Nur Alam Setia Prawiranegara
Jaminan perlindungan dan keadilan hukum merupakan hak setiap warga Negara Indonesia sebagaimana yang diamanatkan oleh Konstisusi.
Oleh karena itu, sudah seharusnya proses hukum memberikan keadilan yang setara bagi perempuan dan laki-laki, mengingat hukum tidak hanya berbentuk peraturan saja, tetapi merupakan suatu sistem hukum yang terdiri dari subtansi hukum, struktur hukum, dan kultur hukum.
Oleh karena itu, diperlukan langkah-langkah untuk membangun hukum yang berkeadilan gender, mengintegrasikan perspektif gender dan pengintegrasian perspektif kepentingan terbaik bagi korban perempuan dan korban anak dalam rangka upaya pemenuhan hak-haknya.
Sehingga upaya yang dilakukan tidak hanya mendorong lahirnya kebijakan hukum yang berkeadilan gender, melainkan juga mengubah paradigma pada awalnya tidak terbentuk rasa keadilan hingga muncul suatu makna berkeadilan gender dan pada akhirnya tercipta tatanan hukum yang berkeadilan gender.
Di dalam mewujudkan tatanan hukum yang berkeadilan gender, advokat merupakan kelompok penting yang yang memiliki peran strategis dalam perwujudan hukum yang berkeadilan gender mengingat peran advokat ada pada setiap proses dalam sistem peradilan pidana dan sebagai salah satu penegak hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 5 UU No. 18 tahun 2003 tentang Advokat.
Dalam KUHAP, peran seorang penasehat hukum telah ada sejak proses penyelidikan sampai dengan proses rehabilitasi di lembaga pemasyarakatan, oleh karena itu jelas bahwa Advokat sebagai seorang penasehat hukum berperan untuk memastikan bahwa hak-hak seorang yang didampinginya tidak dilanggar.
Advokat bertindak sebagai penyeimbang terhadap upaya paksa yang diberikan oleh undang-undang kepada penegak hukum lainnya sehingga membuktikan bahwa peran Advokat ini menjadi penting.
Ketiadaan kehadiran Advokat yang memberikan bantuan hukum, melindungi bahkan mendampingi dalam proses ketidakadilan terhadap korban perempuan dan korban anak untuk mengakses keadilan memungkinkan terjadinya pelanggaran-pelanggaran yang berpengaruh terhadap penanganan hukum baik di tingkat kepolisian, kejaksaan , Hakim bahkan proses pemulihan berdasarkan putusan pengadilan.
Oleh karena itu, Advokat bukan hanya perlu sekedar hadir tetapi juga harus memiliki kompetensi, dan perspektif keadilan gender dalam mendampingi korban perempuan dan korban anak sehingga dapat mengakses keadilan, kepastian dan kepentingan hukum bagi korban, karena dalam proses penanganannya memiliki cara dan upaya keunikan tersendiri sehingga berbeda dengan penanganan upaya hukum pada umumnya.
Sebagai upaya mendorong lahirnya advokat-advokat yang berperspektif berkeadilan gender dalam mendampingi proses hukum, khususnya pada saat mendampingi perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan berbasis gender ataupun perempuan yang berhadapan dengan hukum, bahkan dalam penanganan korban tidak hanya berlaku pendampingan bagi advokat perempuan akan tetapi termasuk advokat laki-laki, sehingga tercapai proses transformative gender.
Indonesian Feminist Lawyers Club (IFLC) sebagai lembaga yg aktif melakukan pendampingan hukum terhadap perempuan, anak dan kelompok disabilitas yang menjadi korban kekerasan berbasis gender, mengembangkan sebuah strategi kerja untuk mendorong terwujudnya sistem hukum yang berkeadilan gender, salah satunya adalah dengan memberikan pelatihan hukum dasar yang berkeadilan gender kepada advokat dengan harapan: 1) Lahir advokat-advokat profesional yang berperspektif adil gender. 2) Dalam menjalankan kewajiban pro bono, advokat mengutamakan mendampingi korban perempuan dan korban anak kekerasan untuk mengakses keadilan. 3) IFLC mendapatkan dukungan dari advokat dalam mendorong lahirnya hukum yang berkeadilan gender.
Kegiatan Pelatihan Hukum Dasar Yang Berkeadilan Gender bagi Advokat telah dilaksanakan oleh IFLC pada tanggal 18-19 Agustus 2020.
Kiranya langkah IFLC ini menggerakkan organisasi-organisasi advokat lainnya untuk mendorong advokat-advokat menginternalisasikan perspektif gender dalam mendampingi perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan berbasis gender dan para penegak hukum lainnya dalam implementasi.
* Nur Alam Setia Prawiranegara, Ketua Umum IFLC