News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Peran Penting Apoteker dalam Aktivitas Farmakovigilans

Editor: Toni Bramantoro
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

OLEH: Apt, Tri Asti Isnariani, M.Pharm

PENGAWASAN KEAMANAN obat melalui pelaporan efek samping obat sangat membutuhkan peran Apoteker. Apoteker merupakan profesional kesehatan yang paling memahami obat, suatu komoditi yang selain memiliki manfaat tapi juga mempunyai risiko efek samping.

Artikel ini ditulis dalam rangka memeriahkan World Pharmacist Day, 25 September 2020. Hari Apoteker Sedunia yang ke-10 ini mengambil tema ‘Transforming Global Health’ yang merujuk pada transformasi pelayanan dan pengabdian apoteker dalam mengejawantahkan praktek kefarmasian sesuai perkembangan. Tema tersebut dirasa cocok digunakan karena di era 4.0 peran apoteker saat ini telah bergeser.

Oleh karena semakin berkembangnya pengetahuan dan teknologi bidang farmasi dan kesehatan, maka sinergisme antartenaga kesehatan (apoteker) bahkan lintas bidang perlu digaungkan.

Maraknya penemuan kasus penyalahgunaan obat dan penggunaan obat yang salah, apalagi di saat pandemi ini, aktivitas Farmakovigilans di dunia farmasi semakin dibutuhkan. Untuk itu, peran apoteker sangat diperlukan.

Masih terekam dengan jelas kasus Thalidomide di Eropa yang memilukan pada era 1960-an. Pada saat itu, di Jerman, Thalidomide digunakan sebagai obat untuk mengatasi mual pada ibu hamil. Tak disangka, penggunaan obat itu justru menyebabkan cacat lahir pada janin. Lebih kurang 10.000 kasus terkait efek samping Thalidomide dari 46 negara telah dilaporkan oleh WHO.

Akibatnya, Thalidomide pun ditarik dari peredaran. Sebagai bentuk respon agar tragedi tersebut tidak terulang kembali, berbagai aktivitas pengawasan post market pun dilakukan oleh regulator, tidak terkecuali Badan POM RI. Dalam hal itu, Badan POM RI bertugas menilai keamanan obat yang beredar di masyarakat, salah satunya dengan cara melakukan aktivitas farmakovigilans.

Menurut WHO, Farmakovigilans didefinisikan sebagai suatu keilmuan dan aktifitas deteksi, kajian, pencegahan, pemahaman terkait efek samping obat, dan permasalahan lain dalam penggunaan suatu obat.

Beberapa regulasi terkait farmakovigilans yang berlaku di Indonesia diantaranya Peraturan Kepala Badan POM Nomor HK.03.1.23.12.11.10690 tentang Penerapan Farmakovigilans bagi Industri Farmasi yang diterbitkan pada tahun 2011. Selain itu, Permenkes No 72,73 dan 74 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, Apotek dan Puskesmas.

Dalam peraturan tersebut telah terdapat klausul yang menyatakan bahwa Monitoring Efek Samping Obat merupakan bagian dari pelayanan farmasi klinik dan hasil monitoring efek samping obat disampaikan ke Badan POM. Klausul tersebut menegaskan bahwa peran tenaga kesehatan sangat penting dan krusial dalam mengawal keamanan obat beredar.

Untuk mewujudkan sistem farmakovigilans yang kuat, perlu komitmen, dukungan dan kesadaran penuh dari seluruh key player sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing. Adapun yang dimaksud key player di sini, antara lain: tenaga kesehatan sebagai garda terdepan dalam monitoring efek samping obat, pelaku usaha sebagai pemilik nomor izin produk, pemerintah sebagai pengawas dan masyarakat sebagai konsumen obat.

Sinergisme seluruh stakeholder dalam penerapan aktivitas farmakovigilans berkontribusi besar dalam deteksi dini masalah keamanan obat, deteksi frekuensi kejadian efek samping obat, identifikasi faktor risiko serta komunikasi dan pencegahan risiko keamanan obat.

Oleh sebab itu, tingkat kesadaran dan pemahaman stakeholder terkait farmakovigilans menjadi hal yang sangat penting, terutama pengetahuan tenaga kesehatan yang menjadi ujung tombak dalam mengawal keamanan obat, baik di fasilitas kesehatan dan pelayanan kefarmasian.

Di sisi lain, minimnya pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang informasi obat yang aman serta berita media sosial yang menyesatkan terkait penggunaan obat merupakan tantangan baru yang tidak dapat dipandang sebelah mata. Beberapa faktor tersebut sangat berpengaruh signifikan dalam tabulasi data pelaporan efek samping obat (ESO) nasional.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini