OLEH : TONY ROSYID, Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa
ANGGARAN bantuan sosial Covid-19 per paket seharga 300 ribu rupiah. Ini angka resminya. Untuk apa saja? Beras 10 kg harga Rp 129.390 (Rp 12.939/kg). Minyak goreng 2 liter harga Rp 27.800 (Rp 13.900/lt). Sarden 9 kaleng harga Rp 71.550 (Rp 7.950/kaleng)
Mie instan 12 bungkus harga Rp 34.260 (2.855/bks). Sambel kecap harga Rp 7.000. Goodiebag Rp. 15.000. Keuntungan rekanan Rp 15.000. Total: Rp 299.990 (Genapin jadi Rp 300.000).
Coba anda lihat harga barang-barang itu di super market, mini market, agen, atau warung biasa. Jauh lebih murah.
Apalagi kalau belinya glosiran. Murah banget! Kenapa untuk bansos lebih mahal? Satu alasan: buat bagi-bagi! Untuk bisa berbagi, harus ada selisih. Makin besar selisihnya, makin banyak dapat bagian.
Caranya? Pertama, dimark-up harganya. Otak atik cocok, sikat! Kedua, volume barang dikurangi. Dengan cara ini, selisih jadi besar, dan bagi-baginya jadi makin besar. Ini lagu lama bro! Lagu korupsi!
Baca juga: KPK Dalami Uang Rp 14,5 Miliar yang Diamankan Saat OTT Kasus Bansos Mensos Juliari
Baca juga: Kasus Mensos Juliari, KPK Akan Periksa Vendor Penyalur Bansos Covid-19
Coba cek ke penerima bantuan. Kadang berasnya bulukan, kadang 5 kg, sarden dan mie instan cuma 5 biji.
Kasus seperti ini, kabarnya banyak sekali ditemukan di masyarakat penerima bantuan. Anda bisa cek lapangan. Dari selisih harga saja, sudah untung besar. Kok masih nggak puas? Barang dikurangi pula.
Taksiran harga beras 10 kg Rp 82.000. Minyak goreng 2 liter Rp 25.000. Sarden 9 kaleng Rp 22.500. 12 mie instan Rp 7.200. Sambel kecap Rp 4.100. Goodie bag Rp 9.000. Jadi totalnya Rp 149.000
Dengan begitu, ada selisih sekitar Rp 150.000. Ke mana saja selisih ini? Beberapa sumber mengatakan Rp 25.000 untuk rekanan, Rp 25.000 untuk oknum-oknum di Kemensos.
Lalu yang Rp 100.000 ke mana? Ini tugas KPK menelusuri aliran dana Rp 100.000 itu? Adakah dana itu nyasar ke partai dan ke lingkaran istana?
Dengan skema seperti ini, para pengusaha berebut. 1 SPK (Surat Perintah Kerja) minimal dapat 200.000 paket. Silahkan kalikan keuntungan dan bagi-baginya. Gede banget! Itu 1 SPK. Kalau sekian SPK?
Karena itu, para pengusaha nggak segan keluarin uang di muka untuk si A, si B, si C, sampai si Z. Bagi-bagi di awal. Uang pelicin!
Bansos jelas dikorup, telanjang mata dan terang-terangan. Gak perlu kepandaian KPK untuk mengungkap ini, karena jenis korupsinya sangat transparan.
Praktek ini terjadi sejak dari awal. Jadi gosip di warung kopi dan cafe-cafe. Kenapa perampok uang negara ini terkesan dibiarkan?
Anda jangan berpikir KPK hebat telah menangkap Mensos Juliari Batubara. Tidak! Kalau lihat kasus ini dari awal, KPK justru dianggap telat.
Mestinya nangkap dari awal. Katanya UU KPK yang baru lebih berorientasi pada pencegahan? Ini harus dibuktikan.
Tugas KPK adalah membongkar kasus ini seakar-akarnya. Juliari Batubara tidak sendiri. Korupsi uang gede, kecil kemungkinan sendirian. Pasti berjamaah. Lalu, siapa anggota jamaahnya?
KPK harus kejar siapa saja yang terlibat. Semua rekanan harus diusut. Tanpa terkecuali. Jangan pakai random sampling. Ini bukan survei!
Penyedia kantongnya harus juga diinvestigasi. Dalam hal ini adalah PT Sritex. Plus siapa yang merekomendasikan PT Sritex jadi rekanan Mensos.
Adakah uang gratifikasi yang mengalir ke orang itu. Nggak usah pedulikan siapa dan anak siapa dia. Kalau terlibat, usut!
Semua pihak ketiga yang menjadi mediator dan ikut menikmati bagi-bagi dana bansos juga harus diusut. Jangan berhenti di Juliari Batubara saja.
Bawahan, bahkan partai asal Juliari Batubara, semua harus ditelusuri terkait aliran dana bansos ini. Kasus ini mesti dituntaskan.
Adakah kemauan KPK untuk menuntaskan kasus bansos ini sebagai tanda bahwa KPK masih ada dan sudah siuman dari tidur panjangnya? Kita tunggu! (*)