Oleh: Prof Tjandra Yoga Aditama Guru Besar FKUI & Universitas YARSI. Mantan Direktur WHO SEARO dan Mantan Dirjen P2P & Ka Balitbangkes
TRIBUNNEWS.COM - Beberapa negara sudah mulai memberikan vaksinasi COVID-19, dan sekarang semua menggunakan vaksin yang harus disuntikkan dua kali, ada yang berjarak 14, 21 atau 28 hari antara yang pertama dan ke dua tergantung jenis vaksin yang dipakai.
Artinya, seseorang harus mendapat dua kali suntikan untuk mendapatkan efek proteksi yang optimal. Hal ini tentu tidak terlalu mudah pelaksanaannya karena harus ada dua kali kunjungan ke fasilitas pelayanan kesehatan, dan akan dapat menjadi salah satu faktor mengganjal dalam kesuksesan program.
Faktor kepatuhan (compliance) mungkin dapat jadi batu sandungan. Orang mungkin saja akan datang pada kunjungan penyuntikan pertama tapi luput datang pada kunjungan kedua, bisa karena lupa, atau ada kegiatan lain yang tidak dapat ditinggalkan, atau ada halangan transportasi atau cuaca dan lainnya, atau juga merasa ada keluhan sesudah disuntik yang pertama sehingga tidak mau lagi disuntik yang ke dua, dan lainnya.
Belum lagi kalau sasaran penyuntikan adalah di daerah terpencil yang harus dijangkau dengan kapal saja, atau beberapa jam berjalan kaki, atau hanya bisa naik pesawat saja, maka tentu tidak mudah untuk dua kali berkunjung dengan berbagai masalahnya.
Karena itu berbagai pihak mulai meneliti kemungkinan vaksin COVID-19 yang bisa hanya satu kali pemberian saja, single dose, tidak perlu dua kali datang.
Dalam 25th WHO Regulatory Update on COVID-19 tanggal 23 Desember 2020 misalnya disebutkan bahwa COVAX sudah menjajaki kemungkinan kerjasama dengan perusahaan Johnson & Johnson tentang kandidat vaksin Jansen yang sekarang sedang dalam penelitian untuk dapat diberikan satu kali saja.
Seperti diketahui COVAX yang dikelola oleh CEPI (Coalition for Epidemic Preparedness Innovations), GAVI the vaccine alliance dan WHO (World Health Organization) adalah pilar vaksin dari ACT(access to COVID-19 Tools)-Accelerator yang memang berencana menyediakan 2 milyar dosis vaksin (dari berbagai jenis) untuk negara-negara di dunia yang memerlukannya.
Prinsip dasarnya adalah bahwa kalau kita mau berhasil menangani pandemi maka semua negara harus mendapat akses ke vaksin, baik yang diupayakan negara itu sendiri maupun dibantu COVAX ini.
“No one is save until every one is save”. Indonesia dan banyak negara lainnya juga sudah menjadi bagian dari COVAX ini. Nampaknya selain menggalang kerjasama dengan vaksin-vaksin yang sudah -dan akan- mendapat EUL (emergency use listing) dari WHO dan atau EUA (emergency use of authorization) dari beberapa negara maka COVAX juga membuka diri untuk melihat kemungkinan vaksin yang satu kali pemberian ini.
Uji klinik fase tiga oleh Janssen Pharmaceutical Companies of Johnson & Johnson memang meneliti regimen single-dose vaksin COVID-19 yang mereka beri nama JNJ-78436735. Penelitian ini sedang berjalan dengan target mencakup 60.000 peserta uji klinik diseluruh dunia.
Data lain, landscape vaccine WHO per 22 Desember 2020 melaporkan bahwa di dunia sudah ada 61 jenis vaksin yang masuk dalam uji klinik di manusia, baik fase satu, dua dan tiga, di mana 10 jenis diantaranya (16%) sedang diteliti untuk dapat hanya disuntikkan satu kali saja.
Tentu ini masih akan membutuhkan waktu untuk dapat kita lihat hasilnya, tetapi kalau ini berhasil tentu akan sangat berperan dalam meningkatkan keberhasilan program.
Di dalam Keputusan Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan NO: HK.02.02/4/ 1 /2021 tanggal 2 Januari 2021 tentang petunjuk teknis pelaksanaan vaksinasi dalam rangka penanggulangan pandemi Corona Virus Disease 2019 juga ditulis tentang kemungkinan salah satu jenis vaksin (Astra Zeneca) yang diberikan satu kali atau dua kali pemberian.
Di Inggris memang cukup banyak dibicarakan tentang kebijakan negara itu dalam memberikan vaksin ini, ada yang membicarakan kemungkinan pemberian setidaknya satu kali dulu, atau penyuntiukan yang jaraknya 12 minggu antara dua pemberian dan bahkan ada pula pendapat yang -bila terpaksa- diberikan jenis yang berbeda pada penyuntikan ke dua.
Tentu hal ini masih jadi diskusi ilmiah mendalam dan nanti akhirnya akan ada bukti saintifik yang jelas dan terpercaya.
Vaksinasi COVID-19 kita harapkan dapat memberi peran pentingnya dalam pengendalian pandemi COVID-19.
Memang ada banyak sekali faktor yang harus jadi perhatian dalam implementasi vaksinasi di lapangan, termasuk kemudahan pemberian dan kepatuhan penerima vaksin.
Kalau nanti akan ada vaksin COVID-19 yang terbukti efektif dengan hanya perlu satu kali pemberian saja maka jelas merupakan terobosan yang penting untuk dipertimbangkan.(*)