Saatnya Menag Gus Yaqut Bekerja, Jamaah Menantikan Manfaatnya!
Oleh: KH. Imam Jazuli, Lc., M.A*
TRIBUNNEWS.COM - Tahun 2020, tahun ujian iman kita. Hanya ada 13 orang jamaah haji Indonesia yang bisa melaksanakan ibadah haji. Itupun para ekspatriat yang tinggal di Arab Saudi. Padahal, Indonesia adalah negeri umat muslim terbesar di seluruh dunia.
Tahun 2021 sekarang diharapkan menjadi tahun yang lebih baik dari sebelumnya. Juru Bicara Wakil Presiden RI Ma'ruf Amin, Masduki Baidlowi, meminta Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas melobi pemerintah Arab Saudi agar mengizinkan jamaah asal Indonesia diperbolehkan menunaikan ibadah haji tahun ini. karena Arab saudi hanya mau menerima kedatangan jamaah yang sudah divaksin dengan vaksin yang mendapatkan sertifikasi World Health Organization (WHO). Sedangkan Sinovac hingga hari ini belum mendapatkan sertifikat tersebut.
Tidak saja memberikan tugas kepada Kemenag, Wapres melalui jubirnya juga memberikan dorongan yang sama kepada Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, agar segera melobi pemerintah China berkenaan dengan vaksin Covid-19 buatan Sinovac, yang belum disertifikasi lembaga kesehatan dunia (WHO).
WHO sendiri secara kasat mata memang lembaga internasional yang bergerak di bidang kesehatan. Tetapi, tidak ada di dunia ini yang bebas sepenuhnya dari dimensi politik, termasuk WHO. Tahun 2020 yang silam, Presiden Donald Trump sebelum dinyatakan kalah pada Pilpres melawan Joe Biden, menuduh WHO adalah wayang golek (puppet of China), yang lebih condong kepada kepentingan China.
Jadi, WHO adalah lembaga kesehatan dunia yang sarat kepentingan politis. Hal ini harus dipahami, baik oleh Kemenag maupun Kemenkes, saat melobi Arab Saudi maupun China. Sebenarnya, Gus Yaqut memiliki modal kultural, jika sekiranya modal politik sangat minim. Yakni, Fatwa NU bahwa vaksin Aztra Zeenca, yang pada 15 Februari 2021 sudah mendapatkan sertifikat dari WHO, telah disuntikkan kepada publik Indonesia.
Jika Kemenag gagal melobi Pemerintah Arab Saudi agar berkenan menerima Jamaah Indonesia yang divaksin dengan Sinovac, setidaknya Arab saudi mau menerima jamaah Indonesia yang divaksin AstraZeneca. Dalam konteks ini, tugas Budi Gunadi Sadikin sebenarnya jauh lebih berat dari Gus Yaqut.
Vaksin Sinovac sudah berusaha berkali-kali mempresentasikan datanya kepada WHO. Dari penjelasan ilmiah dan sudut pandang medis, WHO telah menilai Sinovac ini amat (safety) dan mujarab (efficacy). Karenanya, isu yang berkembang, pada akhir bulan Maret 2021, WHO sudah akan mengeluarkan sertifikat untuk Sinovac, setidaknya seperti disampaikan oleh r. Margaret Harris, jubir WHO.
Namun demikian, dalam bingkai politik dagang global, modal kebenaran ilmiah bukan satu-satunya faktor penentu. Karenanya, jubir Sinovac yang dikutip oleh Global Times tanggal 13 Maret 2021 mengatakan, “it is uncertain, but that possibility remains”. Tidak pasti, tetapi masih mungkin.
Melobi China agar lebih agresif bergerak melobi WHO mengeluarkan sertifikat untuk Sinovac adalah tugas ringan bagi Kemenkes, karena hal itu memang kebutuhan mendasar negeri Tiongkok itu sendiri. Walaupun desakan Kemenkes RI akan sedikit memberikan tekanan pada pemerintah China.
Tetapi, melobi Pemerintah Arab Saudi untuk mengubah arah kebijakan politiknya jauh lebih berat. Pemerintah Arab Saudi tidak akan serta merta membolehkan jamaah haji Indonesia menunaikan ibadah haji dan umroh, jika divaksin dengan vaksin Sinovac yang belum tersertifikasi di WHO. Terlalu berisiko dan akan menyebabkan kebijakan itu tidak populer, karena WHO adalah lembaga dunia yang otoritatif di bidang kesehatan.
Selain otoritatif, informasi terbaru adalah, bahwa Amerika Serikat telah membayar uang US$ 200 juta (Rp. 2,8 triliun) sebagai tunggakan pembayaran untuk WHO yang pernah dihentikan oleh Donlad Trump. Jadi, Amerika Era Joe Biden kembali “dekat dengan WHO”, sedangkan era Trump secara terbuka menuduh WHO sebagai boneka China.
Sulitnya vaksin Sinovac mendapatkan sertifikasi WHO dan kebijakan politik pemerintah Arab Saudi hanya menerima jamaah haji yang sudah divaksin dengan vaksin tersertifikasi di WHO, harus dibaca dalam konteks politik global, perang dagang Amerika versus China, serta afiliasi Arab Saudi. Pekerjaan inilah yang berat bagi Gus Yaqut.
Gus Yaqut sudah saatnya bekerja lebih keras lagi, untuk membuktikan bahwa dirinya mampu. Selama ini, hanya melempar wacana seputar toleransi dan Islam rahmatan lil alamin, yang bisa dinikmati secara konkrit oleh orang-orang non-muslim. Tetapi, apakah Islam rahmatan lil alamin ini bisa diterjemahkan untuk kepentingan umat muslim sendiri dalam konteks politik global yang rumit? Bisakah Gus Yaqut melobi dan mempengaruhi kebijakan politik pemerintah Arab Saudi, sehingga jamaah haji-umroh dari Indonesia yang divaksin menggunakan Sinovac, walau tidak terdaftar di WHO, masih boleh beribadah haji dan umroh?
Inilah saat yang tepat bagi Gus Yaqut membuktikan kapasitasnya, yaitu dengan melobi pemerintah saudi, Jika berhasil ini akan menjadi kado untuk umat Islam Indonesia khususnya Jamaah Haji.
Tentu saja berhasil atau tidaknya akan menjadi barometer publik mengukur kemampuan Gus Yaqut yang sesungguhnya. Satu pesan terakhir yang penting bagi Gus Yaqut. Rasulullah saw pernah bersabda, “Barangsiapa yang hari sekarang lebih baik daripada kemarin maka dia termasuk orang yang beruntung.” (HR. Al-Baihaqi). Wallahu a’lam bis shawab.
*Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insan Mulia Cirebon*