Assalafiyyah Mlangi II, Gus Irwan dan Pesantren Kaya Prestasi Berbasis Sistem Inovasi-Cashless
Oleh KH. Imam Jazuli, Lc. MA.
TRIBUNNEWS.COM - Pesantren Assalafiyyah Mlangi, memang satu diantara sekian pesantren di Yogyakarta yang tergolong tua.
Pondok ini didirikan oleh Kiai Mashduqi (trah Mbah Nur Iman) pada tahun 1936 dalam rangka ikut serta menyebarkan dakwah Islam ala Ahli Sunnah wal Jamaah di Indonesia.
Kiai Masduqi tidak hanya sekadar mengajar santrinya ilmu-ilmu agama, namun beliau juga mengajak para santri-santrinya untuk berupaya mengangkat senjata dan bergerilya melawan para penjajah pada era kolonialisme.
Setahun pasca kemerdekaan Indonesia, Kiai Masduqi wafat setelah berwudhu untuk melaksanakan shalat Dhuhur.
Sepeninggal Kiai Mashduqi, lembaga pendidikan ini diteruskan oleh putranya yang bernama KH. Syuja’i Mashduqi. Di bawah asuhan KH. Syuja’i Masduqi, pesantren Assalafiyyah terus berkembang maju dan konsisten mengajarkan kitab kuning dengan berahluan Ahlusunah Waljamaah dan bervisi kebangsaan.
Seiring dengan perkembangan zaman yang membutuhkan konsep pendikan terpadu dan terintegrasi antara ilmu umum dan agama, serta bersamaan dengan kepulangan Gus Irwan Masduqi dari menimbah ilmu di Al-Azhar Mesir.
Gus Irwan mendirikan pendidikan formal dibawa nama Assalafiyyah II. Diantaranya adalah Madrasah Tsanawiyah (MTs) pada 10 Agustus 2012 dan Madrasah Aliyah pada 28 Maret 2013.
Kemudian atas dukungan dan kerjasama keluarga ndalem, yakni KH. Chasan Abdullah, KH. Noor Hamid dan KH. Zar’anuddin, MTs dan MA Assalafiyyah berkembang sangat pesat. Pada tahun 2017, Pesantren Assalafiyyah merintis SMK Jurusan Multimedia.
Diantara banyakn hal, yang begitu mengesankan dari Assalafiyyah II, adalah ketika tahun 2012, infrastrukturnya masih sangat sederhana, dengan aneka bangunan bambu di tengah sawah, dan santri yang belasan saja. Tetapi, ketika tulisan ini dibuat, santrinya ribuan, dengan insfrastruktur perpaduan antara bangunan etnis dan modern. Gedung pencakar langit, sungguh sulit dipercaya.
Tidak hanya itu saja, tetapi prestasi demi prestasi kerap ditorehkan pesantren ini. Diantaranya adalah pada tahun 2020/2021 para santri memborong piala Musabaqoh Qiroatil Kutub (MQK) tingkat DIY yang diselenggarakan oleh KANWIL Kemenag DIY di Pesantren Al-Imdad, Bantul.
Para santri Assalafiyyah menjuarai lomba membaca kitab dalam berbagai disiplin ilmu keislaman; fiqh, ushul fiqh, balaghah, akhlaq, sirah nabawiyyah, nahwu, dll.
Prestasi ini membuktikan bahwa Assalafiyyah merupakan pesantren yang serius dalam membina bakat santri dalam penguasaan khazanah keislaman. Yang lebih menggembirakan lagi, para santri yang didelegasikan tersebut kebanyakan masih menempuh jenjang pendidikan MTs dan MA Assalafiyyah.
Ternyata yang menjadi "senjata" rahasia dari prestasi tersebut diantaranya disebabkan karena metode pengajaran yang berbasis akseleratif, sistem cepat dan praktis untuk penguasaan santri pada penguasaan kitab kuning, yang mirip model kursus lembaga modern.
Selain prestasi itu, juga banyak prestasi lain yang terkait dengan dunia sains dan multi media.
Hal lain yang menarik dari Assalafiyyah II adalah penerapkan sistem cashless, dimana para santri dilarang membawa uang cash. Dengan sistem ini hal yang paling dikhawatirkan bisa teratasi, seperti pencurian, pemborosan, misal untuk membeli rokok, internetan di luar pondok, dan lain-lain. Santri hanya bisa belanja di koperasi pondok.
Dampak lain, adalah meningkatnya pemasukan koperasi pesantren karena semua santri hanya bisa berbelanja di koperasi pesantren. Dengan demikian ekonomi pesantren menjadi kuat dan mampu mencukupi kebutuhan lembaga.
Selain fungsi di atas, e-Santri Assalafiyyah juga berfungsi sebagai alat presensi digital untuk check in dan check out asrama, presensi kehadiran di sekolah, pengambilan loundry, izin pulang dan lain-lain. Semuanya diatur secara digital sehingga memudahkan tugas pengurus pesantren.
Gus Irwan, pengasuh Assaliyyah II yang inovatif, dan patut dibuat rujukan pesantren lain ini lahir pada 18 Maret 1983 di Mlangi, Yogyakarta. Ayahnya, KH. Suja’i Masduki, dan ibunya, Hj Nasyiah, mendidik putranya dengan cukup keras. Mereka menerapkan pola kedisiplinan dalam pembelajaran, khususnya untuk tujuan pembacaan serta pemahaman kitab kuning.
Gus Irwan pun memiliki semangat belajar yang tinggi. Ia nyantri di Pesantren Tegalrejo, Magelang (1994-1997). Di sana, banyak rutinitas serta takziran yang berkesan serta memperkuat mental, misalnya takziran karena disiram air comberan.
Selepas dari Tegalrejo, Gus Irwan melanjutkan ke Pesantren Liboyo, Kediri (1998-2004). Rasa haus belajar membawanya terbang ke Mesir untuk mendapatkan gelar sarjana. Ia memilih Fakultas Ushuluddin di Universitas Al-Azhar, Kairo, pada tahun 2005 hingga 2009.
Menjadi sarjana agama lulusan Mesir belum memuaskan keinginannya untuk terus menggali ilmu. Magisternya di UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta ia tamatkan tepat waktu, dalam dua tahun (2010-2012). Kini ia tengah berkutat dengan disertasinya untuk meraih gelar doktor di Universitas Islam Indonesia.
Aktif dalam organisasi menjadi penyeimbang aktivitas akademik Gus Irwan. Ia pernah menjadi Ketua Bahtsul Masail Aliyah Lirboyo (2003) dan Koordinator Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) PCINU Mesir ( 2005-2009).
Ia juga menjadi Pemimpin Umum Jurnal Quranic Studies PCINU Mesir (2008) dan anggota Center for Moderate Moslem (CMM) Kairo (2007-2008). Saat ini ia juga mendapat amanah sebagai ketua Aswaja Center Pengurus Wilayah NU DIY. Wallahu'alam bishawab.
*Pengasuh Pesantren Bina Insan Mulia Cirebon.