Oleh : Achmad Fahmi Alaydrus *)
TRIBUNNEWS.COM - Meski potensi minyak dan gas Indonesia sangatlah besar, namun jumlah kegiatan eksplorasi di Indonesia masih minim.
Dengan jumlah cadangan yang terus berkurang dan kegiatan eksplorasi yang minim membuat produksi migas Indonesia terus turun.
Penurunan ini karena kita lebih sedikit discovery dan eksplorasi, rasio penemuan cadangan baru terhadap produksi atau reserves placement ratio berkurang, Laju produksi migas pun lebih cepat dari pada penemuannya.
Setidaknya ada 109 dari 128 cekungan migas di Indonesia yang bisa dieksplorasi.
Untuk itu perlu kegiatan ekplorasi yang intensif dan pemerintah dapat memberikan dukungan yang efektif dalam masa pandemi saat ini karena sangat penting untuk ketahanan energi nasional serta dalam menghadapi geopolitik international yang dinamis ke depan.
Baca juga: Arifin Panigoro Meninggal, Orang Terkaya ke-47 di Indonesia, Pengusaha Migas, dan Anggota Wantimpres
Saat ini, potensi minyak dan gas masih besar, terutama pada Upside potential yang belum dikembangkan di sekitaran lapangan yang telah di produksi serta Go deeper, melihat potensi lebih dalam pada reservoir yang telah dikembangkan atau belum dikembangkan yang akan memiliki potensi sumur berkarakter high pressure-high temperature (HPHT).
Mengingat sumur ini memiliki risiko dan tantangan operasi yang tinggi, karena berkarakter high pressure-high temperature (HPHT), cukup banyak inovasi teknologi yang dapat mendukung kebutuhan tersebut sehingga dapat mengurangi resiko dan tantangan pada operasi pemboran yang tinggi terutama pada sumur high pressure-high temperature (HPHT) atau sumur yang memiliki reservoir dengan karakteristik formasi yang sulit pada saat pemboran.
Salah satu wilayah yang menjadi tempat potensi besar migas dan strategis dalam distribusi migas ke negara Asia adalah wilayah Natuna.
Namun memang tantangan yang akan dihadapi di sana adalah teknologi yakni potensi tinggi kadar CO2 sehingga mengharuskan adanya peralatan dengan teknologi tinggi yang mampu mendaur ulang sekaligus memanfaatkan buangan CO2 untuk keperluan komersial.
Kedua tantangan finansial total biaya yang diperlukan untuk pengembangan lapangan di wilayah Natuna diperkirakan sampai US$ 10 milliar .
Jadi semua pasti ada risiko nya terutama dalam berinvestasi disektor migas namun kita dapat melakukan mitigation risk, dan economic evaluation dalam farm in di wilayah natuna, dan sangatlah tepat bila international oil company (IOC) melihat potensi migas ke depan di wilayah Natuna.
*) Pengamat dan Professional bidang minyak dan gas Indonesia serta international