Multi Prima Coal volume DMO 7,57 juta ton, baru dipenuhi 2 juta ton.
D. Perusahaan batu bara IUP OP:
Dari total semua perusahaan volume DMO sebesar 52,07 juta ton, baru dipenuhi kurang dari setengahnya 22,9 juta ton
Pengetatan tersebut tercantum dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 139.K/HK.02/MEM. B/2021 tentang Pemenuhan Kebutuhan Batubara Dalam Negeri yang ditetapkan pada 4 Agustus 2021.
Pemerintah akan memberi sanksi berupa larangan ekspor hingga pengenaan denda bagi pengusaha yang tidak memenuhi ketentuan DMO.
Keputusan pemerintah dalam menaikan tariff dasar listrik merupakan lanjutan kebijakan pemerintah sebelumnya yakni menaikkan BBM jenis Pertamax, Pajak PPn dan Harga sembako yang konon dinarasikan sebagai effect dari Konflik Perang Rusia dan Ukraina, hmm…..Bisa begitu ?
Padahal menurut penulis konflik Rusia dan Ukraina tidak begitu menyentuh kebutuhan energi di negara kita secara mendalam apalagi berkaitan langsung dengan pasokan ketenagalistrikan dalam negeri. Mengapa demikian ?
Pertama, sumber daya pasokan ketenagalistrikan negara kita sangat cukup untuk memenuhi kebutuhan domestik dalam negeri.
Kedua, coba ditelisik lebih jauh sumber daya pasokan ketenagalistrikan dalam negeri ditopang penuh oleh energi termal yang sumber dayanya begitu melimpah.
Ketiga, energi thermal merupakan sumber energi yang paling banyak digunakan di negara kita dalam produksi ketenagalistrikan, seperti pembangkit listrik energi ini dibagi lagi jenisnya berdasarkan bahan bakar yang digunakan seperti batubara (PLTU), gas, diesel.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan pada tanggal 18 Januari 2022 Produksi Pembangkit listrik Indonesia mencapai 73.736 megawatt (MW) atau 73,74 gigawatt (GW) hingga November 2021.
Dari total produksi tersebut, Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) merupakan kontributor pembangkit listrik terbesar dengan menyumbang 61,200 GW atau 83 persen dari total pembangkitan listrik yang bersumber dari batubara.
Sementara data Konsumsi Listrik Indonesia (2015-2021) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menjelaskan bahwa konsumsi listrik Indonesia mencapai 1.109 kilowatt jam (kWh) per kapita pada kuartal III 2021.
Angka itu setara dengan 92,2 % dari target yang ditetapkan pada 2021 sebesar 1.203 kWh per kapita.
Di sisi lain jumlah pelanggan listrik per September 2021 telah melebihi target, yakni mencapai 81,229 juta pelanggan 102,6 % dari target sepanjang 2021 dengan patokan 79,187 juta pelanggan.
Sederhananya jika 73,74 gigawatt (GW) hasil produksi listrik dalam negeri kita dalam setahun konversikan dalam bentuk kilowatt maka jumlahnya adalah 73.740.000 Kilowatt/jam.
Kemudian dibandingkan dengan konsumsi listrik dalam negeri 1.109 Kilowatt/jam dikalikan 24 jam dalam setahun maka jumlahnya adalah 14.970.840 Kilowatt/jam.
Angka inilah yang dihabiskan negara kita setiap tahunnya. Penulis mencoba menjumlahkan hasil produksi, kemudian dikurangi konsumsi dalam negeri terdapat sisa produksi listrik negara kita sebesar 58.769.160 Kilowatt/jam.
Lalu ke mana sisa produksi listrik dalam negeri ini dibawa? Apakah ini bisa dikatakan menghemat 7 – 16 triliun?
Padahal, hasil analisa penulis sisa produksi listrik negara jika dikonversikan mennjadi rupiah ini akan menjadi nilai yang sangat besar yaitu 30,9 triliun rupiah.
Jika meminjam istilah Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan “Big Data” maka saduran data di atas dapat disebut demikian.
Saran penulis kepada pemerintah sebagai berikut;
Pertama, tidak terburu-buru dalam mengambil langkah menaikkan tarif dasar listrik, mengingat masih banyaknya hak pemerintah yang harus ditagih dan diselesaikan oleh para emiten batubara dalam memenuhi pasokan batubara dalam negeri untuk sektor ketenagalistrikan.
Kedua, memaksimalkan sisa produksi pembangkit listrik untuk kepentingan nasional.
Ketiga, Pemerintah lebih serius dalam melakukan pengawasan terhadap pengelolaan hulu hingga hilir kebijakan pemanfaatan sumber daya ketenagalistrikan khususnya disektor batubara, mengingat 83 % produksi listrik dalam negeri didukung PLTU.(*)