Oleh : Edi Gustia Bahri, S.H.
Advokat/Kuasa Hukum Penggugat Menteri Kesehatan RI
TRIBUNNERS.COM - Negara memiliki kewajiban Konstitusional menjamin kemerdekaan bagi
tiap-tiap penduduk menjalankan Ibadah dan kepercayaan sesuai dengan agama yang dianutnya sebagaimana secara tegas terkandung dalam Pasal 29 UUD 1945.
Hak dasar tersebut adalah suatu bentuk grund norm (norma dasar), yang tidak bisa ditawar lagi, yang melekat secara mendasar pada kehidupan bernegara di Negara Republik Indonesia, dan di samping itu negara juga harus membuat Peraturan Perundang-undangan sebagai jaminan hukum bagi warga negara untuk menjalankan ibadah sesuai dengan agama yang dianutnya, tanpa ada intervensi dari pihak manapun.
Belum lama ini tepat di tanggal 28 Juli 2022 Kementerian Kesehatan melalui Direktorat Jendral Pencegahan dan Pengendalian Penyakit menerbitkan SURAT EDARAN NOMOR: HK.02.02/C/3615/2022 TENTANG VAKSINASI COVID-19 BOOSTER KE-2 BAGI SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN,yang mana di dalam Surat Edaran tersebut menyatakan pelaksanaan vaksinasi dosis Booster ke-2 menggunakan vaksin Covid 19 yang hanya mendapatkan persetujuan/Izin penggunaan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan
mengesampingkan kewajiban Sertifikat Halal sesuai dengan amanat Undangundang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan produk Halal.
Yang mana penetapan jenis Vaksin yang tercatat memiliki sertifikat Halal dan telah dinyatakan kehalalannya oleh Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) adalah yang diproduksi oleh sebagai berikut:
a. PT Bio Farma (Persero)
b. Sinovac Biotech Ltd.
c. Anhui Zhifei Longcom Biopharmaceutical Co., Ltd
Sehingga dengan demikian, Selain dari pada jenis vaksin tersebut diatas , maka tidak satu pun jenis vaksin yang ditetapkan telah memiliki sertifikat halal, jenis vaksin tersebut tidak dijamin kehalalannya.
Hal tersebut merupakan suatu perbuatan nyata melanggar Konstititusi dan peraturan perundang-undangan lainnya yang telah dibentuk dan ditentukan sedemikian rupa dalam rangka menjamin Hak Asasi Manusia Khususnya Umat Islam di Indonesia;
Jaminan terhadap hak atas kebebasan beragama dan beribadah dalam negara hukum Indonesia, selain dijamin dalam Pembukaandan Batang Tubuh UUD NRI 1945, juga diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan.
Hal mana dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM yang didasari oleh TAP MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Pandangan Hidup Bangsa Indonesia tentang HAM dan Piagam HAM, berdasarkan ketentuan Pasal 29 ayat (2) UUD NRI 1945 menyatakan bahwa: ”Negara menjamin kekebasan tiap-tiap warga negara untuk memeluk agama dan kepercayaan masing-masing”, selanjutnya ketentuan Pasal 28E ayat (2) UUD 1945 juga menegaskan bahwa: ”Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai hati nuraninya.
Hal serupa juga dipertegas dalam Pasal 22 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM mengatur tentang hak atas kebebasan beragama dan beribadah sebagai berikut:
(1) Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan beribadatmenurut agamanya dan kepercayaannya itu;
(2) Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu;
Bahwa selain itu, Jaminan atas kebebasan beragama dan beribadah warga negara juga diatur dalam International Covenant on Civil and Political Right (ICCPR) yang telah diratifikasi menjadi Undang-undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Konvenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik.