Bukan gertak sambal belaka. Tiongkok segera mengumumkan digelarnya latihan militer besar-besaran dengan peluru sungguhan selama lima hari --yang dimulai sejak Kamis (4/8). Jika dilihat dari enam titik tempat latihan dimaksud, tampak jelas itu merupakan simulasi perang mengepung Taiwan dari arah barat, timur, selatan, dan utara. TKP-nya dari Kaohsiung, kota terbesar di Taiwan bagian selatan, hanya 20 km.
Akan perang?
Latihan militer Tiongkok membidik Taiwan yang dipicu oleh polah Amerika ini, mengingatkan kita kepada Krisis Selat Taiwan Ketiga yang terjadi pada 1995-1996.
Kala itu, Amerika memberikan visa kepada Lee Teng-hui, “presiden” Taiwan, untuk berkunjung ke Amerika guna memenuhi undangan dari Cornell University, almamater Lee. Tiongkok murka.
Dikerahkanlah pasukan untuk menggelar latihan perang di perairan dekat Taiwan. Tak mau kalah, Amerika mengirim dua kapal induknya. Ketegangan pun mereda.
Kalau bukan karena Amerika, sebelumnya Tiongkok hampir saja menggempur Taiwan --saat Tiongkok belum setahun merdeka.
Semuanya sudah disiapkan matang oleh Mao Zedong. Sekalipun dirinya menyadari bahwa, seperti pernah diakuinya kepada politisi senior Uni Soviet Anastas Mikoyan, penyerangan terhadap Taiwan yang merupakan wilayah kepulauan, tak semudah menaklukkan wilayah daratan. Terlebih lagi, kata Mao, “Taiwan sebenarnya berada di bawah perlindungan imperialis Amerika.”
Sayang, pada pertengahan tahun 1950, pecah Perang Korea. Amerika memberangkatkan pasukannya untuk mem-back up Korea Selatan. Armada Ketujuh Amerika (Seventh Fleet) juga dilepaskan ke Taiwan untuk membendung Tiongkok bergerak lebih dalam.
Mao terpaksa mengurungkan niatnya “memerdekakan Taiwan”. Beralih menolong Korea Utara memukul mundur serdadu Amerika.
Belajar dari krisis-krisis di atas, diprovokasi bagaimanapun oleh Amerika, naga-naganya Tiongkok tetap akan bisa menahan diri untuk menyelesaikan masalah Taiwan ini dengan jalur militeristik.
Baca juga: China Tangguhkan Sejumlah Kerja Sama dengan Amerika, Imbas Kedatangan Nancy Pelosi ke Taiwan
Sepanjang Taiwan tidak memproklamasikan kemerdekaannya, Tiongkok sepertinya tetap akan memilih jalan damai untuk mereunifikasi Taiwan.
Tentu, tak menutup kemungkinan ke depannya Tiongkok akan menggunakan “wortel” (carrot) dan “tongkat” (stick) secara bersamaan. Dalam artian, tekanan militer ada, tekanan ekonomi pun ada.
Kita tahu, ekonomi Taiwan mempunyai ketergantungan yang cukup besar terhadap daratan Tiongkok.
Ekspor Taiwan ke daratan Tiongkok terus meningkat: dari yang sekitar USD 40 miliar pada 2000, menanjak menjadi USD 156 miliar pada 2020.