UU ITE No 11 tahun 2008, diperbaiki dengan perubahan menjadi UU No. 19 tahun 2016. UU baru itu tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang ditetapkan dan diundangkan pada 25 November 2016.
UU ITE akhirnya resmi direvisi oleh Pemerintah (Kompas, 9 Juni 2021, diakses 6 April 2023).
Mulanya, Presiden Jokowi berpesan, agar implementasi Undang-undang 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) tetap menjunjung tinggi prinsip keadilan. Jika hal itu tak dapat dipenuhi, ia akan meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk merevisi UU tersebut. Hal itu dikemukakan Presiden dalam rapat pimpinan TNI-Polri di Istana Negara, 15/2/2021.
Bahkan, Presiden akan meminta DPR menghapus pasal-pasal karet yang ada dalam UU ITE. Hal itu, menurut Presiden, menjadi hulu dari persoalan hukum UU tersebut. Ketua Komisi I, Meutya Hafid menyambut baik wacana yang disampaikan Jokowi itu.
Ia mengatakan, DOR siap untuk membahas kembali Undang-undang Iinformasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sebagaimana dikemukakan Presiden Joko Widodo. Politikus Partai Golkar itu menuturkan, pembahasan Pasal 45 ayat (3) UU ITE yang mengatur soal ketentuan pidana atas penghinaan atau pencemaran nama memang menjadi isu utama dalam revisi UU ITE tahun 2016. Hal itu mengingat, ada keinginan agar masyarakat dapat bijak dalam mengeluarkan pendapatnya di media sosial, termasuk tidak menghina atau mencemarkan nama baik orang lain.
Merespons wacana yang digaungkan Presiden Jokowi itu, pemerintah kemudian membentuk dua tim untuk merespons polemik Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Regulasi itu dinilai memuat pasal karet atau multitafsir. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan, satu tim dibentuk untuk membahas rencana revisi UU ITE.
Pasalnya, sejumlah pihak mendorong pemerintah dan DPR merevisi pasal-pasal yang dianggap mengancam demokrasi. "Tim revisi atau tim rencana revisi UU ITE, karena kan ada gugatan, katanya UU ini mengandung pasal karet, diskriminatif, membahayakan demokrasi. Nah, Presiden mengatakan silakan didiskusikan kemungkinan revisi itu," ujar Mahfud dalam keterangan pers melalui video, Jumat (19/2/2021).
Menurut Mahfud, tim rencana revisi UU ITE ini akan membahas pasal-pasal yang dianggap multitafsir bersama komponen masyarakat.
Pemerintah akan mengundang pakar hukum, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), pakar, lembaga swadaya masyarakat (LSM), hingga kelompok gerakan pro-demokrasi.
"(Semua) akan didengar untuk mendiskusikan, benar tidak ini perlu revisi," kata Mahfud.
Selain itu, pemerintah juga membentuk tim untuk menyusun interpretasi atas pasal-pasal yang selama ini dianggap multitafsir.
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate akan bertanggung jawab mengenai pembahasan dalam tim tersebut.
"Itu nanti akan dilakukan oleh Kemenkominfo, Pak Johnny Plate nanti bersama timnya, tetapi juga bergabung dengan kementerian lain di bawah koordinasi Polhukam untuk menyerap itu," ucap Mahfud.
Jalan Panjang UU ITE