Ikhtiar DPR ternyata gagal untuk memasukkannya UU ITE dalam Prolegnas Prioritas 2021. Pada rapat kerja antara Baleg dengan pemerintah yang diwakili Yasonna, revisi UU ITE akhirnya batal masuk ke dalam Prolegnas Prioritas 2021.
Itu artinya wacana yang digaungkan Jokowi untuk merevisi UU ITE batal terealisasi dalam waktu dekat lantaran sikap pemerintah yang tak langsung melakukan legislative review bersama DPR.
Pemerintah lebih memilih membentuk tim kajian pedoman penggunaan UU ITE dan tim kajian revisi ketimbang langsung mengeksekusi wacana yang digaungkan langsung oleh Presiden Jokowi.
Pada hari Selasa (8/6/2020), Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, melaporkan bahwa pemerintah telah mengambil keputusan untuk merevisi empat pasal Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
"Ada empat pasal yang akan direvisi. Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29 dan Pasal 36, ditambah satu Pasal 45C, itu tambahannya," ujar Mahfud dalam konferensi pers di Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (8/6/2021).
Revisi terhadap empat pasal tersebut, kata Mahfud, bertujuan menghilangkan multitafsir, pasal karet, dan upaya kriminalisasi.
Ketiga poin tersebut sebagaimana masukan yang diberikan kelompok masyarakat sipil selama proses pengkajian rencana revisi UU ITE dilakukan beberapa waktu lalu.
Kendati demikian, Mahfud menegaskan bahwa revisi terhadap empat pasal tersebut tak serta-merta mencabut UU ITE secara keseluruhan.
"Kita perbaiki, tanpa mencabut UU itu karena masih sangat diperlukan untuk mengatur lalu lintas komunikasi kita dalam dunia digital," ucap Mahfud.
Ia juga mengungkapkan, keputusan revisi itu diambil setelah mengantongi persetujuan dari Presiden Joko Widodo.
Dapat dimengerti bahwa elan kepemimpinan, khususnya dalam praksis jurnalisme kepemimpinan demikian strategis. Bahwa menyeriusi dimensi kepemimpinan, dengan kesadaran urgensi “membimbing nurani pembaca”, sebuah la ngkah yang inheren dalam kerja-kerja jurnalistik.
Bobot urgenitasnya menjadi lebih tinggi pada masa meruyaknya kekurang-akurasi muatan pesan-pesan komunikasi yang memapar publik, baik di media mainstream maupun media sosial.