Hootsuite menyatakan bahwa jumlah pengguna internet di Indonesia sebanyak 202,6 juta jiwa.
Jumlah tersebut setara dengan 73,7 persen jumlah populasi di Indonesia.
Jumlah pengguna internet di Indonesia juga tercatat mengalami kenaikan selama satu tahun.
Kenaikan tersebut di angka lebih dari 27 juta jiwa atau setara lebih dari 15,5%.
Kemudian pengguna internet yang aktif di media sosial sebanyak 170.0 juta jiwa.
Banyaknya pengguna aktif internet terutama media sosial tersebut seharusnya menjadi tantangan tersendiri bagi pengawasan Pemilu.
Sebab, informasi yang akan didapat oleh masyarakat akan banyak diperoleh dari internet terkhusus media sosial.
Pada Pemilu 2019 misalnya, kita bisa melihat adanya pembelahan di masyarakat dengan sebutan cebong dan kampret.
Tentu hal itu tidak terlepas dari interaksi masyarakat, terutama antar pendukung pasangan calon yang abai dengan ketentuan hukum di media sosial sehingga merusak iklim demokrasi.
Berkaca dari pengalaman itu, Bawaslu sebagai institusi pengawasan Pemilu harus mampu hadir untuk dapat mengantisipasi potensi pelanggaran Pemilu di dunia maya.
Tujuannya agar masyarakat atau pengguna internet kita tidak terjerumus dan meyebarkan informasi hoaks dan hate speech yang dapat merusak iklim demokrasi di negara kita.
Baca juga: PKPU 10/2023 Berangus Pencalonan Perempuan, Aktivis Desak Bawaslu Kirim Rekomendasi ke KPU
Pencegahan dan Penindakan
Pemilu merupakan perwujudan kedaulatan rakyat. Karena pemimpin yang dihasilkan merupakan aspirasi dari mayoritas dari masyarakat.
Untuk mewujudkan kedaulatan rakyat tersebut diperlukan Pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.