News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Hari Purbakala 14 Juni 2023

Manusia Indonesia Telah Berwarna-warni Sejak Zaman Prasejarah

Editor: Setya Krisna Sumarga
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Goa prasejarah di Leang Leang, Maros, Sulawesi Selatan (Barry Kusuma)

OLEH : RUSYAD ADI SURIYANTO, Staf Pengajar Laboratorium Bioantropologi dan Paleoantropologi, dan Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal, FK-KMK UGM

BANYAK situs arkeologis di Indonesia berantikuitas 1.500 – 4.000 tahun, dari transisi Neolitik Akhir ke Paleometalik.

Polarisasi di antara unsur-unsur rasial populasi masa 1.500 – 4000 tahun di Nusantara menjadi lebih terang, di mana unsur Mongoloid lebih kuat ataupun sebagai satu-satunya unsur di sebelah barat dan utara Nusantara.

Sedangkan unsur Australomelanesoid lebih kuat ataupun sebagai satu-satunya unsur di sebelah timur dan selatan Nusantara.

Keadaan demikian masih berlangsung hingga sekarang, dan proses mongoloidisasi populasi ini makin ke timur.

Beberapa temuan paleoantropologis di Indonesia telah menunjukkan ada dua kelompok rasial, yakni populasi Australomelanesoid dan Mongoloid.

Beberapa ahli telah menduga pada akhir Pleistosen Atas, populasi Australomelanesoid telah menghuni Asia Tenggara dan terus menyebar ke bagian timur dan selatan Indonesia.

Beberapa paleoantropolog sudah menarik garis tegas sejarah awal Asia Tenggara Kepulauan sering dicirikan sebagai sejarah dua persebaran populasi utama.

Yakni, kolonisasi Paleolitik Awal Sahul sekitar 45.000 tahun yang lalu, dan yang lebih kemudian ekspansi para petani Neolitik yang berbahasa Austronesia sekitar 4.000 tahun yang lalu.

Manusia modern awal yang telah ditemukan di Gua Tianyuan, Zhoukoudian, Cina pada tahun 2003, dengan kepurbaan 42.000 – 39.000 BP, dan rangka manusia Tianyuan 1 ini adalah yang tertua di  Eurasia Timur.

Sebuah kesimpulan yang sudah didukung dengan hadirnya morfologi Asia Selatan dan Australomelanesid yang sebenarnya telah terlihat pada temuan sisa-sisa manusia di Fa Hein, Batadomba-lena, dan Moh Khiew, serta terutama Gua Niah kontemporer.

Sekelompok ilmuwan paleo- dan arkeo- telah mendapatkan pertanggalan dan lithostratigrafi Niah baru ini yang menghubungkan “Skull Deep” yang merupakan bukti episode aktivitas manusia yang rentang pertanggalannya dari sekitar 46.000 – 34.000 tahun yang lalu.

Penggalian terbaru di Moh Khiew (Thailand) telah menghasilkan penemuan rangka manusia Pleistosen Atas dalam keadaan terpreservasi relatif baik, dan tanggal radiometrik pada sampel arangnya yang dikumpulkan dari pemakaman ini memberikan hasil 25.800 ± 600 BP.

Jadi, ini mengisyaratkan penduduk Moh Khiew telah menghuni di bagian Sundaland ini sejak glasial terakhir.

Tim Ekspedisi Sriwijaya menemukan penampakan 82 individu manusia purba berusia 4 ribu tahun di Goa Harimau. (Sriwijaya Post)

Hasil ini menegaskan bahwa rangka Moh Khiew ini, serta subfosil-subfosil Homo sapiens lainnya yang telah ditemukan dari situs Tabon, Gua Gunung Runtuh dan Niah, merupakan anggota penduduk Sundaland selama Pleistosen Akhir, yang dapat berbagi nenek moyang yang sama dengan Bumiputera (Aborigin) Australia masa kini dan Melanesia.

Beberapa pertanggalan baru sub-fosil manusia dari Gua Tabon ini mengkonfirmasikan sekitar 16.500 BP terhadap tulang frontalnya, namun secara keseluruhan lebih tua jika merujuk temuan-temuan sisa manusia lain yang pernah ditemukan in situ.

Dari penelitian pendahuluan terhadap speleothem dalam guanya merujuk pada 19.500 – 20.200 tahun yang lalu.

Temuan-temuan gigi manusia dari situs Gua Balambangan (16.800 ± 210 BP) (Sabah, Malaysia) makin memperkuat kesimpulan-kesimpulan sebelumnya bahwa mereka berafiliasi Australomelanesoid.

Sebenarnya di masa lalu, hasil temuan-temuan ini yang lebih awal dari kawasan ini telah diklaim dan dilaporkan oleh paleontolog atau paleoantropolog terkemuka pertengahan abad 20 Hooijer pada tahun 1950, dan pandangan kritis dan luasnya juga telah dilakukan pula oleh paleontolog atau paleoantropolog Koenigswald pada tahun 1952.

Beberapa ahli aDNA (DNA purba/ kuno) telah berupaya untuk membuktikan kontinuitas DNA sisasisa paleoantropologis-arkeologis populasi Moh Khiew di Propinsi Krabi (Thailand) yang diekskavasi pada tahun 1991 dan Gua Sakai di Propinsi Trang (Thailand) yang diekskavasi pada tahun 1992 dengan DNA orang Semang (Senoi) yang masih hidup di belantara Semenanjung Malaysia.

Moh Khiew 1 berasal dari periode Paleolitik Akhir (25.800 ± 600 BP), dan Moh Khiew 2 berasal dari periode PraNeolitik atau sekitar Holosen Awal (12000 BP).

Sakai berasal dari periode Neolitik (7.860 ± 270 BP). Mereka telah menganalisis DNA-nya yang diambil dari akar molar masing-masing sampel tersebut; dan menggarisbawahi bahwa hubungan filogenetik mtDNA dan bukti etnoarkeologisnya telah menunjukkan ada suatu kontinuitas di antara populasi Pra-Neolitik dan populasi Semang sekarang ini, dan bahwa mereka dapat diyakini sebagai lelehurnya.

Penelitian-penelitian ini dapat dianggap sangat penting karena telah mencoba untuk merekonstruksi jalur migrasi Asia Daratan menuju ke gugus Oceania.

Secara khusus, dalam penelitian lain yang telah dilakukan oleh sekelompok ilmuwan genetika populasi, ada bukti-bukti mtDNA yang berarus dari belahan utara semenanjung ini sekitar 10.000 tahun yang lalu, dan persebaran para foragers ini yang berupaya untuk selalu beradaptasi terhadap lingkungan yang berbeda sebelum naiknya permukaan laut di masa Holosen.

Perubahan-perubahan lingkungan di kawasan ini dan upaya adaptasi mereka telah memegang peran penting dalam proses-proses migrasi populasi ini.

Beberapa ahli genetika populasi telah menunjukkan haplogroup E – sebuah komponen penting keanekaragaman mtDNA di wilayah ini – telah muncul dan tersebar sekitar 35.000 tahun yang lalu, dan selanjutnya telah meluas secara dramatis ke seluruh Asia Tenggara Kepulauan sekitar awal Holosen.

Pada saat itu benua purba Daratan Sunda sedang terpecah-pecah menjadi kepulauan masa kini oleh naiknya permukaan air laut; dan mereka telah mencapai Taiwan dan Oseania Dekat sekitar 8.000 tahun yang lalu.

Mereka juga telah menegaskan pemanasan global dan kenaikan permukaan laut pada akhir Zaman Es, sekitar 15.000 – 7.000 tahun yang lalu.

Di kawasan ini adalah kekuatan utama yang mampu membentuk keragaman manusia modern di wilayah ini.

Lebih jauh beberapa ilmuwan genetika populasi telah melakukan penelitian genetis populasi hidup kawasan ini, dan berkesimpulan bahwa dua kelompok etnis terbesar di Cina Selatan (Daic dan Hmong-Mien) telah terpolarisasi menjadi beberapa haplogroup kelompok etnis di sekitarnya, khususnya di belahan selatan dan timur kawasan ini.

Umur haplogroupnya diperkirakan masuk dalam kelompok rangkaian-rangkaian haplogroup berfrekuensi tinggi, yang berarti mereka berasal dari populasi yang telah berumur sekitar 50.000 tahun yang lalu.

Sebaliknya semua haplogroup kelompok etnis lainnya berasal dari populasi-populasi yang telah berumur sekitar 20.000 tahun yang lalu.(*)

BERSAMBUNG KE ARTIKEL BERIKUTNYA

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini