TRIBUNNEWS.COM, YOGYA – Militer Korea Utara dilaporkan telah menembakkan sejumlah peluru kendali jelajah dari pantai baratnya ke Laut Kuning.
Informasi ini diungkapkan Kepala Staf Gabungan (JCS) Seoul. Penembakan peluru kendali jelajah itu berlangsung Rabu (24/1/2024) pagi.
Ini adalah perkembangan paling mutakhir situasi penuh ketegangan di Semenanjung Korea. Situasi yang diyakini sewaktu-waktu bisa meledak jadi konflik terbuka.
Dua pekan lalu, Robert Carlin dan Siegfried Hecker, dua kolumnis dan peneliti isu Korea di situs https://www.38north.org/, merilis tulisan memikat.
Situs itu secara khusus mengupas isu-isu Semenanjung Korea, termasuk topik-topik paling sensitif terkait ketegangan dua Korea.
Baca juga: Korea Utara Gembar-gembor Kembangkan Sistem Senjata Nuklir Bawah Air, Remehkan Latihan AS
Baca juga: Kim Jong Un Perintahkan Penghancuran Monumen Persatuan Korut-Korsel
Baca juga: Perang Rusia-Ukraina Hari ke-697, Vladimir Putin Antusias Diundang Kim Jong Un ke Korea Utara
Robert Carlin dan Siegfried Hecker memberi judul artikelnya, “Apakah Kim Jong un Bersiap untuk Perang?”
Judulnya langsung pada pokok isu. Keduanya menyodorkan kenyataan, Korea Utara telah berupaya melakukan proses normalisasi hubungan dengan AS.
Ini riil terjadi, dan belum pernah terjadi kemajuan sedemikian sejak Perang Korea berakhir. AS adalah beking utama Korsel.
Presiden AS Donald Trump pada 2018-2019 secara sensasional mengunjungi zona demiliterisasi Korut-Korsel.
Ia bahkan sungguh-sungguh menapakkan kaki melintasi tapal batas simbolis kedua Korea yang sangat fenomenal.
Segunung harapan muncul dari pertemuan bersejarah kedua pemimpin ini, termasuk pertemuan Kim Jongun dengan lawannya, Presiden Korsel saat itu Moon Jae-in.
Ketegangan Korea diyakini akan segera surut, dan bahkan mengarah ke perdamaian kedua Korea yang bisa berdampak ke Kawasan Asia Pasifik.
Sayang, langkah awal itu berantakan. Di pertemuan kedua di Hanoi, Vietnam, Trump keluar dari gelanggang.
Setelah itu Trump lengser dari Gedung Putih karena kalah Pilpres AS. Pendulum konflik kembali ke asal, seperti sebelum ada pertemuan tingkat tinggi di zona demiliterisasi.