News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Industri Rokok dan Pemilu 2024: Konflik Kepentingan, Ancaman Kesehatan Masyarakat

Editor: Acos Abdul Qodir
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pabrikan rokok skala kecil yang tergabung dalam Forum Masyarakat Industri Rokok Seluruh Indonesia (Formasi) mendesak Pemerintah segera merumuskan kebijakan cukai yang lebih adil agar praktik kecurangan dan pensiasatan cukai yang diduga dilakukan oleh pabrikan rokok besar asing bisa ditekan.

Oleh: Daniel Beltsazar

Program and Research Officer Indonesian Youth Council for Tactical Changes (IYCTC)

TRIBUNNEWS.COM - Beberapa waktu lalu, viral pernyataan Boy Thohir yang menyatakan sepertiga penggerak ekonomi Republik Indonesia (RI) siap membantu memenangkan pasangan calon (paslon) presiden-wakil presiden (capres-cawapres) Prabowo-Gibran. Yang dimaksud adalah grup-grup seperti Djarum, Sampoerna, Adaro dan kelompok pebisnis lainnya yang mayoritas menempati peringkat orang terkaya di Indonesia.

Meski telah keluar pernyataan resmi Djarum dan Sampoerna yang menyatakan tidak terlibat dalam dukungan pasangan capres-cawapres tertentu, hal ini tetap harus menjadi catatan penting bagi masyarakat mengingat kondisi politik dan rekam jejak industri rokok mengintervensi kebijakan di Indonesia. Sehingga patut menjadi perhatian karena praktik tersebut sangat erat dengan konflik kepentingan yang mungkin terjadi di kemudian hari jika paslon tersebut terpilih.

Dari dua industri rokok besar di Indonesia, Sampoerna yang mayoritas sahamnya sudah diakuisisi
oleh Philip Morris International (perusahan rokok besar di dunia), kedua ada Djarum yang kedua
pemiliknya masuk dalam daftar lima besar orang terkaya di Indonesia. Bayangkan berapa besar dana
politiknya dan tentu sarat dengan potensi konflik kepentingan yang akan dihasilkan saat mereka terpilih
sebagai capres-cawapres nantinya.

Beberapa contoh kebijakan pengendalian konsumsi rokok yang memiliki potensi intervensi oleh industri
rokok adalah batalnya Indonesia meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control pada tahun 2003
lalu. Lalu, terdapat juga kasus pasal mengenai zat adiktif yang hilang di Undang-undang Kesehatan 2009 silam.

Pernyataan ini membuka pintu lebar-lebar terhadap spekulasi mengenai potensi konflik kepentingan yang
dapat merugikan dan menyoroti masalah serius intervensi industri rokok dalam proses politik di
Indonesia. Keberadaan industri rokok sebagai pemain kunci dalam Pemilihan Umum (Pemilu) dapat menjadi
ancaman serius terhadap upaya pengendalian rokok dan perlindungan kesehatan masyarakat.

Momentum Pemilu seharusnya dijadikan panggung untuk memilih pemimpin yang terbebas dari belenggu kepentingan bisnis yang berpotensi menghambat kebijakan kesehatan masyarakat.

Mengutip kembali temuan Ruang Kebijakan Kesehatan Indonesia (RUKKI) yang menyebutkan bahwa Indonesia
menduduki peringkat ke-4 tertinggi di dunia dalam indeks tobacco industry interference yang mencapai
skor 84. Posisi ini juga tertinggi kedua di Asia setelah Jepang yang memang industri rokoknya menjadi
salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di sana.

Artinya, politik di Indonesia memang berpotensi ditunggangi kepentingan kelompok industri rokok, baik itu konvensional maupun elektronik dan produk tembakau lainnya.

Ni Made Shellasih, Program Manager IYCTC, melihat adanya hubungan erat antara capres-cawapres dengan industri rokok menjadikan potensi konflik kepentingan yang merugikan menjadi lebih nyata, serta mengancam untuk menghentikan pergerakan regulasi dan kebijakan yang mendukung pengendalian konsumsi rokok.

Dampak nyatanya telah terasa selama ini, terutama dalam lemahnya pengaturan konsumsi rokok dalam UU Kesehatan Omnibus Law dan batalnya revisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 tahun 2012 tentang Pengendalian Bahan Mengandung Zat Adiktif Berupa Tembakau Bagi Kesehatan.

Wacana ini seharusnya menjadi langkah proaktif dalam perlindungan kesehatan masyarakat, namun terkendala oleh intervensi dan kepentingan industri rokok. Tidak sedikit juga pejabat publik yang secara terang-terangan selama ini baik dari sikap atau pernyataannya menunjukkan keberpihakan terhadap industri rokok.

Kunjungan Capres 03, Ganjar Pranowo dan Cawapres 01 Muhaimin Iskandar atau Cak Imin ke petani
tembakau sebagai konstituen di Jawa Tengah dan Jawa Timur, dan mendengarkan aspirasi mereka.

Kondisi sulit yang dialami oleh petani sehingga ada narasi tidak akan menaikkan cukai jika terpilih, dan sebagainya. Namun, jika niat mereka sungguh-sungguh untuk membela petani, seharusnya fokus pengaturan ketat diberlakukan pada industri tembakau, karena merekalah yang sebenarnya menjadi dalang utama kesulitan petani

IYCTC mendesak capres-cawapres yang bersaing untuk mengutamakan hak kesehatan anak dan remaja dalam agenda mereka.

Kesehatan publik harus jadi prioritas utama setiap capres cawapres. Hal ini harus ditunjukkan bukan hanya dengan
kampanye dan gimmick semata. Penting untuk memperhatikan siapa orang-orang di balik capres dan cawapres ini, untuk melihat sejauh mana komitmen mereka dalam mewujudkan perubahan yang dijanjikan.

IYCTC juga memiliki kanal pilihantanpabeban.id yang berisi informasi mengenai permasalahan konsumsi rokok dan potensi konflik kepentingan yang mungkin terjadi terhadap beberapa anggota legislatif dan eksekutif yang ditelusuri jejak digitalnya berdasarkan pernyataan-pernyataan kontra terhadap pengendalian konsumsi rokok yang pernah diberitakan media. Kanal ini juga berisi cek fakta dan misinformasi yang selama ini beredar di masyarakat mengenai upaya pemerintah mengendalikan konsumsi rokok di Indonesia. Pengunjung kanal juga dapat menyampaikan aspirasi mereka mengenai permasalahan kesehatan dan rokok di kanal yang telah disediakan. (Tribunnews/Yls)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini