Ketujuh, Stabilitas internal.
PKB sudah mengalami banyak peristiwa konflik yang menyebabkan turunnya suara PKB secara drastis.
Pembelajaran konflik yang panjang, berdarah darah menyebabkan adanya kesadaran kolektif hari ini, bahwa perbedaan visi tentang PKB cukup diselesaikan di arena Muktamar setiap 5 tahun sekali.
Di luar itu tidak boleh ada konflik yang membahayakan kebesaran partai. Tertanam jiwa korsa bukan hanya di kalangan pengurus, tetapi juga sampai kepada elit, aktivis, bahkan konstituen di akar rumput.
Kedelapan,
Hasil pilpres dan pileg tahun ini mengisyaratkan bahwa loyalitas konstituen PKB jauh lebih besar pada partai dibanding loyalitasnya kepada ketua umum (cak Imin).
Hal ini tergambar dari dan dibuktikan dengan hanya 35 persen pemilih PKB memilih pasangan Amin.
Sementara justru 55 %nya memilih Prabowo Gibran dan sisanya memilih Ganjar Mahfud. Gambaran ini bisa juga dimaknai bahwa konstituen membutuhkan penyegaran Top Leader PKB.
Kesembilan,
Perolehan pasangan Amin pada pilpres yang tidak linier dengan kenaikan suara partai, menandakan secara idiologis pilihan cak Imin bergabung dengan Anies, ditolak oleh Nahdliyin. Seperti kita ketahui, menyatukan basis idiologis NU yang mendukung PKB dengan basis ideologis pendukung Anies yang kanan seperti menyatukan minyak dan air, dua senyawa yang mustahil ber-chemistry. Wallahu a'lam