PENDIDIKAN tinggi merupakan salah satu hak asasi manusia yang harus dijamin oleh negara dan lembaga pendidikan.
Namun, kenyataannya tidak semua mahasiswa mampu membayar biaya kuliah yang terus meningkat dari tahun ke tahun.
Di tengah kondisi ekonomi yang sulit akibat banyak faktor dari masing-masing individu, banyak
mahasiswa yang mengalami kesulitan dalam memenuhi kewajiban pembayaran uang kuliah tunggal (UKT).
Salah satu lembaga pendidikan tinggi yang mencoba memberikan solusi bagi mahasiswa yang menghadapi masalah ini adalah Institut Teknologi Bandung (ITB).
ITB menawarkan skema pembayaran UKT melalui platform pinjaman online (pinjol) bernama Danacita yang bekerja sama dengan ITB.
Skema ini ditujukan bagi mahasiswa yang belum dapat membayar langsung biaya kuliah, dengan syarat memiliki jaminan dan menyetujui persyaratan yang ditetapkan oleh Danacita.
Namun, skema pinjol ITB ini menuai banyak kritik dan bantahan dari berbagai pihak, terutama dari mahasiswa ITB sendiri.
Menurut mereka, skema ini bukanlah solusi yang tepat, melainkan justru menimbulkan masalah baru yang lebih besar.
Apa saja masalah yang ditimbulkan oleh skema pinjol ITB ini?
Pertama, skema pinjol ITB merupakan bentuk pemerasan dan komersialisasi pendidikan oleh ITB.
Dengan menawarkan skema ini, ITB seolah-olah mengabaikan tanggung jawabnya sebagai lembaga pendidikan negeri yang seharusnya memberikan akses pendidikan yang murah dan berkualitas bagi seluruh rakyat Indonesia.
ITB juga seolah-olah mengambil keuntungan dari kesulitan mahasiswa dengan menggandeng platform pinjol yang memiliki bunga dan biaya administrasi yang tinggi.
Skema ini juga menunjukkan bahwa ITB tidak memiliki kreativitas dan inovasi dalam mencari
sumber pendanaan lain yang lebih adil dan manusiawi.
Kedua, skema pinjol ITB berpotensi menjerat mahasiswa dalam utang dan intimidasi yang mengganggu proses belajar.
Mahasiswa yang mengambil pinjol melalui Danacita harus membayar cicilan setiap bulan dengan bunga yang cukup besar, yaitu sekitar 18 persen per tahun.