Juru bicara Kemenlu Rusia, Maria Zakharova dalam berbagai kesempatan meyakinkan, personil militer NATO telah lama berada di Ukraina dan secara aktif membantu militer Ukraina di lapangan.
Media Inggris, The Guardian pada 23 April 2023, hampir setahun lalu, merilis laporan intelijen AS yang menyebut ada 50 tentara khusus Inggris dikerahkan ke Ukraina.
Dokumen-dokumen yang bocor menunjukkan lebih dari separuh personel pasukan khusus barat yang hadir di Ukraina antara Februari dan Maret 2023 diyakini warga Inggris.
Tidak disebutkan kegiatan apa yang mungkin dilakukan pasukan khusus tersebut atau apakah jumlah personelnya tetap dipertahankan pada tingkat ini.
Pasukan militer elit Inggris, yang aktivitasnya biasanya dirahasiakan, terdiri dari beberapa unit termasuk Special Air Service (SAS).
Pemerintah Inggris belum mengungkapkan keterlibatan perang pasukan khususnya di medan tempur Ukraina.
Sebelum invasi Rusia, pada Juni 2021 Kedutaan Besar Inggris di Kyiv mengatakan pasukan khusus mereka telah melakukan kegiatan pelatihan dengan pasukan Ukraina.
Kementerian Pertahanan (MoD) menolak mengomentari pengungkapan atau menjawab pertanyaan tentang personel Inggris di Ukraina dalam beberapa bulan terakhir.
Namun, dalam sebuah cuitan, departemen tersebut mengatakan kebocoran tersebut menunjukkan tingkat ketidakakuratan yang serius.
Dokumen yang bocor, yang belum diverifikasi, adalah bagian dari serangkaian file rahasia militer dan intelijen AS yang diposting di Discord, sebuah platform yang digunakan oleh para gamer.
Saat ini, sumber asli file tersebut masih belum diketahui.
Dalam beberapa hari terakhir, dokumen-dokumen tersebut, yang kini beredar di media sosial dan forum diskusi online, telah memicu serangkaian pemberitaan media tentang penilaian militer dan intelijen AS, terutama tentang perang di Ukraina.
Meskipun beberapa file yang dibagikan secara online tampaknya telah direkayasa, outlet berita AS termasuk New York Times melaporkan para pejabat AS mengakui banyak dokumen tersebut asli dan pada awalnya dibagikan secara online tanpa perubahan.
The Guardian telah meninjau sebagian dari dokumen yang bocor, yang berisi foto-foto dari setidaknya dua pembaruan harian terkait perang Rusia-Ukraina.
Tanda-tanda pada dokumen tersebut menunjukkan dokumen tersebut dipersiapkan untuk pejabat senior pertahanan AS.
Berlabel rahasia, dua update harian tersebut tampaknya dibuat pada Februari dan Maret 2023.
Dokumen tersebut berisi informasi terkini tentang operasi militer, logistik, pengiriman senjata, dan pelatihan pasukan Ukraina oleh AS dan sekutu NATO-nya.
Dalam satu bagian, berjudul “SOF AS/NATO di UKR”, dokumen tersebut memuat daftar jumlah pasukan khusus barat yang ada di Ukraina.
Dokumen tersebut tampaknya bertanggal Februari dan Maret 2023.
Berdasarkan dokumen tersebut, para pejabat AS saat itu menilai dari 97 prajurit pasukan khusus negara-negara NATO yang aktif di Ukraina, 50 di antaranya berasal dari Inggris.
Jumlah ini jauh lebih tinggi dibandingkan jumlah pasukan khusus yang dikerahkan AS dan Prancis, yang masing-masing berjumlah 14 dan 15 personil pasukan khusus.
Dokumen-dokumen tersebut tampaknya memberikan gambaran sebagian dari penilaian militer AS terhadap keadaan perang dan dukungan sekutunya terhadap Ukraina.
Mereka tidak memuat informasi apapun tentang tujuan penempatan Inggris atau kontingen pasukan khusus lainnya.
Dokumen-dokumen tersebut menunjukkan pasukan khusus tersebut dapat menjadi bagian dari komando pasukan khusus NATO yang dikoordinasikan oleh markas operasi khusus aliansi militer tersebut.
Namun rincian pasti tentang bagaimana pasukan tersebut diorganisir tidak disebutkan secara spesifik.
Pasukan khusus Inggris termasuk SAS, Special Boat Service, Special Reconnaissance Regiment, serta beberapa unit militer rahasia lainnya seperti Resimen Sinyal 18 (UKSF).
Unit-unit tersebut, yang melakukan operasi penyamaran serta operasi pengawasan dan pengintaian rahasia, adalah organisasi paling rahasia di militer Inggris.
Berbeda dengan badan intelijen, pasukan khusus tidak tunduk pada pengawasan eksternal parlemen.
Dari serangkaian informasi yang dirilis media barat ini, maka sesungguhnya pernyataan kontroversial Presiden Prancis Emmanuel Macron tidak relevan lagi.
Elemen militer NATO sesungguhnya sudah terlibat pertempuran langsung dengan Rusia, jauh melampaui kewenangan aliansi militer tersebut di Eropa.
Ukraina bukan negara anggota NATO atau Uni Eropa. Sehingga mestinya NATO tidak berhak, tidak berwenang, dan tidak bisa melampaui kewenangannya.
Karena itu narasi konflik terjadi antara Rusia versus Ukraina, sejak awal menjadi tidak menemukan konteksnya.
Hal sungguhnya, konflik terjadi antara AS yang mengendalikan NATO, melawan Rusia sebagai entitas negara yang kini menampilkan diri sebagai kekuatan kunci di dunia.
Runtuhnya Uni Soviet membuat dunia saat itu berubah total. AS tampil sebagai kekuatan tunggal pengendali dunia karena lawan sepadannya tumbang.
Hegemoni AS bertahan selama beberapa dekade, sebelum dunia mulai berubah sesudah tampilnya China dan Rusia sebagai kekuatan penyeimbang.
Dunia unipolar bergerak ke tata dunia baru yang multipolar. Pengaruh dan kekuatan terbagi ke banyak wilayah.
Washington tidak lagi bisa leluasa bergerak menghegemoni negara lain. Karena faktor inilah, hasrat impulsif AS sebagai kekuatan neoimperialism muncul.
Hasrat itu terlihat nyata dalam konteks Ukraina, ketika AS dan NATO ingin memperlebar pengaruhnya ke Eropa Timur, mengingkari komitmen mereka sesudah Uni Soviet runtuh.
Ekspansi ke Eropa Timur ini bertujuan tunggal melemahkan, atau bahkan meruntuhkan kembali Rusia sebagai kekuatan baru di bekas Uni Soviet.
Tetapi mereka lupa, Rusia lah kekuatan yang dalam sejarah pernah mengalahkan kekuatan imperialis fasis pada masanya.
Napoleon Bonaparte dari kekaisaran Prancis dihancurkan, dan pasukannya gagal mencapai Moskow. Demikian pula Adolf Hitler dari Jerman
Operasi Barbarossa yang bertujuan merebut Rusia, berakhir sangat tragis. Pasukan Jerman hancur lebur di Leningrad, Stalingrad, Kiev, dan banyak tempat lainnya.
Sekarang AS, Prancis, Inggris, dan NATO ingin kembali menghancurkan Rusia lewat langkah awal menggunakan Ukraina sebagai proksi.
Belajar dari sejarah, hasrat itu akan menemui jalan buntu. Rusia kini jauh lebih siap ketimbang beberapa masa sesudah komunisme tumbang di Soviet.(Setya Krisna Sumarga/Editor Senior Tribun Network)