Oleh: Dr KRMT Roy Suryo
Pemerhati Telematika, Multimedia, AI & OCB Independen
TRIBUNNEWS.COM - Saat saya menulis catatan ini, Publik Indonesia sedang H2C alias "Harap2 Cemas", sebagaimana Judul salahsatu Sinetron yang pernah tayang.
Istilah H2C ini memang tidak sepopuler H2SO4 alias "Asam Sulfat" yang pernah sangat menggegerkan masyarakat, bahkan hingga kini.
Tidak salah kalau istilah "SamSul" (aSAM SULfat) ini disebut, ingatan Publik langsung kepada Pelanggaran Etik MK yang meski sudah diputus oleh MKMK dan Pelanggaran KPU (yang juga sudah diputus oleh DKPP), namun tetap bebal melaju terus dan seolah tidak ada kesalahan sama sekali, TerWelu (baca:Terlalu!).
Kembali ke H2C, memang wajar kalau cemas, karena terdengar rencana bahwa KPU (sengaja) akan mengumumkan Hasil Pemilu "mendahului" jadwal yang sudah ditentukan besok (20/03/2024), Yakni segera setelah Rekapitulasi semua Provinsi selesai.
Ini (kabarnya) memang disebut-sebut sebagai strategi untuk "mendahului" Aksi Demo Masyarakat di mana-mana yang mayoritas menolak Hasil Pemilu yang disebut-sebut penuh kecurangan tersebut.
Baca juga: Singgung Sirekap KPU, Roy Suryo Sebut UU Haruskan Data Bersifat Pribadi Disimpan di Dalam Negeri
Memang sayangnya liputan demo besar di mana-mana ini hanya ada di media-media sosial (X/Twitter, TikTok dan sebagainya) karena terkesan tampak tidak (boleh?) ditayangkan di TV-TV nasional, karena sekarang jangankan Demo, aksi moral di kampus-kampus saja (meski mulai marak lagi) juga "sepi" dari tayangan media.
Namun "Gusti Allah SWT Tidak Sare" sebagaimana sering saya sebut, perlahan namun pasti, cepat maupun lambat, bau busuk atau kebobrokan yang selama ini ditutup-tutupi mulai terkuak.
Dimulai dengan Sidang KIP (Komisi Informasi Publik) Pusat yang menyidangkan Gugatan YAKIN/ Yayasan Advokasi Hak Konstitusional terhadap KPU minggu lalu, dimana akhirnya LH (Perwakilan dari KPU) mengakui hal yang selama ini ditutup-tutupi, bahkan sempat dibantah Komisioner KPU, BEI dan Ketua KPU HA yang melakukan "Kebohongan Publik" karena menyatakan server atau data-data Pemilu tidak berada di Luar Negeri.
Baca juga: Tim IT PDIP Temukan Manipulasi Sirekap, Jason Script Kunci Perolehan Suara Ganjar-Mahfud 16 Persen
Namun, dalam sidang di KIP minggu lalu terungkap bahwa KPU menggunakan Cloud-Server di Alibaba.com Singapore.
Soal Penggunaan Cloud-Server Alibaba.com ini sebenarnya sudah saya ungkap semenjak minggu pertama Pemilu 2024 dilaksanakan Februari lalu (dimana IP address tercatat di Aliyun Co.Ltd yang merupakan subsidiaries dari Alibaba.com) namun saat itu selalu KPU membantah bahkan ada "Tukang Lapor" yang akan berusaha melaporkan saya disebut telah "menebar HoaX" soal Lokasi server di Luar Negeri yang melanggar UU PDP No. 27/2022 tersebut.
Alhamdulillah, KIP sudah berhasil membongkar fakta dan menemukan kebusukan yang selama ini ditutup-tutupi KPU, bahkan mereka nekad dengan sangat vulgar berani menyampaikan kebohongan publik yang seharusnya ada konsekuensi Hukum pidananya di atas.
Kemarin (Senin, 18/03/24) YAKIN bahkan telah menghadirkan saya selaku ahli di persidangan KIP secara daring atau zoom karena posisi masih di luar kota saat sidang, dimana semakin terungkap fakta-fakta lain, termasuk perlunya dibuka Dokumen MoU dan Kontrak antara KPU dengan Alibaba.com tersebut.
Sidang yang dipimpin Ketua Syawaludin dan 2 Anggota Rospita Vici Paulyn dan Arya Sandhiyudha tersebut sangat komprehensif dan banyak sekali membuka borok KPU yang sayangnya juga dalam sidang kemarin (mangkir) tidak datang, namun KIP memutuskan tetap bersidang dan hasil tetap mengikat.
Dalam sidang kemarin juga terungkap bahwa dokumen-dokumen berupa MoU, Kontrak, Topologi System, hingga Hasil dari SIREKAP KPU adalah dokumen milik publik yang harus dibuka secara umum sesuai UU No. 14/2008 dan tidak masuk dalam kategori "yang dikecualikan" apalagi disebut-sebut "Rahasia Negara" oleh KPU.
Logika terbalik KPU inilah yang justru menyesatkan masyarakat dan membuat perhitungan KPU menjadi rawan untuk "ditumpangi" niat-niat jahat, misalnya angka-angka siluman untuk penggelembungan suara karena tertutup dan tidak dibuka ke publik.
Memang kalau Password, FireWall dan sebagainya bisa dikecualikan, namun kalau diminta KIP atau aparat untuk tujuan Audit Forensic, semua harus dibuka meski terbatas guna kepentingan tertentu saja.
Publik tentu berharap banyak dari hasil persidangan di KIP ini, karena bagaimanapun juga penggunaan anggaran negara yang menggunakan uang rakyat miliaran rupiah khusus untuk SIREKAP dan bahkan Lebih dari 70 triliyun untuk penyelenggaraan Pemilu 2024 ini harus bisa dipertanggungjawabkan.
Oleh karenanya munculnya lembaga-lembaga seperti YAKIN, KAPPAK, IA-ITB, ICW, KontraS, TPDI, dan sebagainya yang berani membuat pengaduan atau gugatan terhadap KPU ke berbagai institusi terkait ini pantas diapresiasi dan didorong terus oleh masyarakat, termasuk Kampus-kampus yang sudah berani bersikap: UGM, UI, UNJ, UII, UnHas, UnAnd, dan lain-lain.
Jangan sampai Aksi Moral dan Gerakan Etik tersebut terhenti (atau "dihentikan" kekuatan Jahat yang ada).
Di tempat terpisah di Sekretariat Barikade-98, kemarin sore juga berlangsung Diskusi Publik "SIREKAP dan Kejahatan Pemilu 2024, Sebuah Konspirasi Politik" yang menghadirkan pakar-pakar IT nasionalis yang masih berani bersuara jujur dan terbuka kepada masyarakat.
Diskusi yang dimoderatori Agustinus Tetiro, disampaikan Pengantarnya oleh Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dan ditutup dengan Analisis Hukum oleh Prof Romli Atmasasmita SH LLM tersebut benar-benar membuka banyak sekali modus penyalahgunaan teknologi yang sudah layak untuk disebut TSM/ Terstruktur Sistematis Masif.
Dibuka dengan Pemaparan Dr Leony Lidya Ir MT (Ahli IT, Alumni ITB), kemudian disambung Dr Soegianto Soelistiono MSi (Ahli IT, UnAir), ditambah Analisis oleh Ir Hairul Anas Suaidi (SekJen IA-ITB).
Saya simpulkan dengan kondisi faktual dan faktual (selaku Pemerhati Telematika, Multimedia, AI & OCB) kemudian dikolaborasi oleh Benhard Mevis Anggiat Pardomuan Malau ST, CHFI MSP GSM (Pakar IT), Diskusi Ilmiah tersebut sangat banyak membuka borok KPU (bukan hanya soal SIREKAP) dan menghasilkan Analisis Ilmiah yg sangat bisa dipertanggungjawabkan utk dilanjutkan diranah selanjutnya (misalnya sebagai Kajian Ahli di MK, Hak Angket DPR dan sebagainya).
Kesimpulannya, kalau hari ini KPU benar-benar (nekad) akan mengumumkan Hasil Pemilu 2024 tanpa sedikit pun memperhatikan fakta-fakta persidangan di KIP dan hasil diskusi ilmiah pakar-pakar TI tersebut, maka wajar sekali lagi bila mayoritas elemen masyarakat akan menolak, karena terlalu banyak modus dan penyalahgunaan teknologi yang digunakan untuk (merekayasa) hal tersebut.
Apalagi Para Guru Besar, Profesor, Doktor, Master, Dosen, dan mahasiswa telah menyampaikan keprihatinan etik dan moralnya.
Mungkin saja KPU tetap belagu, namun tentu hasil yang dipaksakan tersebut akan sangat tidak kredibel dan tidak legitimate, dikhawatirkan bukan hanya secara nasional hasil Pemilu 2024 ini akan dicap "Paling buruk dalam Sejarah Indonesia" namun juga menjadi perhatian Seluruh dunia sebagaimana cibiran keras dari Anggota KomNas HAM PBB minggu lalu.
Kalau sudah "Distrust" begini, Indonesia Emas 2024 makin jauh dari Harapan alias Rungkad...