Jika benar keempat pelaku berpaspor Tajikistan, maka ini bisa menjawab klaim barat yang mempropagandakan kelompok ISIS ada di balik serangan ini.
Kedutaan AS di Moskow anehnya telah mengeluarkan peringatan akan terjadi sesuatu, menargetkan kerumunan, beberapa hari sebelum peristiwa itu terjadi.
Warga AS yang berada di manapun di Rusia diminta untuk menjauhi kerumunan massa dalam bentuk dan acara apapun.
Lalu Jumat malam, 22 Maret 2024 terjadilah pembunuhan massal di Crocus City Hall Moskow, dan beberapa jam kemudian klaim ISIS dinarasikan secara masif oleh media-media barat.
Pertanyaannya, benarkah ISIS pelakunya? Pertanyaan kedua, bagaimana AS mampu mendeteksi sesuatu dan persis kemudian terjadi?
Kedua pertanyaan ini berkaitan erat. ISIS atau Islamic State adalah kelompok teror paling keji, brutal, yang pernah tercipta dan memporakporandakan Irak dan Suriah.
Bangunan ISIS adalah proyek kontraintelijen yang diprakarsasi AS dan sekutunya, termasuk Israel, untuk mendestabilisasi Timur Tengah.
ISIS dideklarasikan di Mosul, kota terbesar kedua di Irak, oleh Abu Bakr al Baghdady. Dia telah dinyatakan tewas oleh serangan udara AS di Suriah.
Mosul saat itu dikuasai kelompok bersenjata ISIS, yang terus memperluas cengkeramannya hingga menyeberang Suriah.
Gelombang amuk ISIS berlangsung berbulan-bulan, menciptakan horror di Irak maupun Suriah. Mereka merebut kota Raqqa di Suriah, dan berusaha memperluas kekuasaan ke beragai wilayah.
Di Irak, ISIS ini diproyeksikan menghancurkan pengaruh Iran, serta menciptakan horor ke kelompok-kelompok minoritas.
Proyek ini gagal total, setelah Brigade Al Aqsa Garda Republik Iran ikut turun tangan. Bersama pasukan Irak, kelompok pro-Iran ini merebut kembali Mosul.
Di Suriah, ISIS menceburkan diri dalam peperangan yang bertujuan menjatuhkan Presiden Bashar Assad.
ISIS bahu membahu secara tak langsung dengan berbagai kelompok proksi dukungan AS dan sekutunya di Eropa maupun Timur Tengah.