TRIBUNNEWS.COM, YOGYA – Iran sukses menunjukkan kemampuan militernya pada dunia saat menggempur Israel lewat gelombang serangan drone dan rudal jarak jauhnya.
Ini serangan langsung Iran sebagai balasan aksi militer Israel 1 April 2024 ke komplek diplomatik Iran di Damaskus, Suriah.
Serangan udara ke Suriah ini menewaskan dua jenderal Korps Garda Revolusi Islam Iran dan lima staf konsulat Iran.
Atas serangan balasan Iran, Israel dipaksa menahan diri oleh Washington supaya eskalasi konflik tidak meluas jadi perang regional.
Sikap patuh Israel itu menerbitkan pertanyaan, benar-benar patuh, atau justru sikap itu jadi alat tawar Israel terhadap AS.
Bagaimanapun dalam perangnya di Jalur Gaza, Israel telah menyiapkan serangan baru ke wilayah Rafah, sesuatu yang ditentang Washington mengingat dampak korban jiwa yang ditimbulkan.
Baca juga: Uni Eropa Tambah Sanksi ke Iran, Khawatir Serangan ke Israel Picu Perang Lebih Luas di Timur Tengah
Baca juga: Terima Laporan Hasil Negosiasi dengan Hamas, Netanyahu: Tak Ada yang Bisa Hentikan Israel ke Rafah
Karena tekanan ini, pemerintah Israel lantas mendesak Uni Eropa dan AS menjatuhkan sanksi baru ke Iran, sesuatu yang akan dilakukan dalam beberapa hari ini.
Washington tengah menimbang sanksi baru yang belum diumumkan detilnya, tapi terkait program drone dan rudal Iran.
Uni Eropa juga mengambil langkah serupa, mengeluarkan langkah-langkah baru untuk mengisolasi Iran.
Namun, keputusan Uni Eropa dan AS itu tidak akan banyak berdampak. Iran sudah berdekade merasakan politik isolasi dari barat.
Dalam perspektif geopolitik, respon Uni Eropa dan AS itu tak lebih usaha menutupi malu dan menyenang-nyenangkan Israel belaka.
Dalam sudut pandang normal, apa yang dilakukan AS dan Uni Eropa tak lebih menunjukkan hipokrisi atau sikap hipokrit barat.
Mereka tidak melakukan apapun ketika Israel menyerang target-target negara asing di Suriah, Yaman, dan Irak.
Aksi-aksi berulang yang jelas-jelas melanggar kedaulatan negara lain, melanggar hukum internasional, dan semuanya seolah kebal hukum karena perlindungan barat.
AS melakukan hal sama di Suriah. Mereka mendirikan pangkalan militer ilegal di Suriah utara, dan melakukan operasi-operasi militer tanpa izin ke pemerintah Suriah.
Pembunuhan Jenderal Qassem Soleimani, komandan Brigade Al Quds Iran di Bandara Baghdad, Irak oleh rudal AS, juga bukti nyata kejahatan internasional dilakukan AS di era Donald Trump.
Serangan balasan Iran ke Israel pada 13-14 April 2024 adalah sejarah baru Timur Tengah, yang mengubah peta konflik kawasan.
Ancaman Iran untuk melenyapkan Israel bukan gertak sambal atau retorika lagi, dan ini harus dihitung semua pihak.
Kehebatan Iran yang telah mereka tunjukkan di Israel sekali lagi membuktikan bertahun-tahun kebijakan isolasi barat ke Iran tak banyak artinya.
Teheran mampu secara dramatis mengembangkan teknologi drone atau pesawat nirawak, dan juga rudal-rudal jarak jauh yang sangat presisi.
Oleh sebab itu, usaha mengisolasi Iran tidak akan bisa memperlebar lagi kesenjangan Iran dan barat. Perbedaan itu tidak akan tumbuh lebih besar lagi.
Apa yang dikuasai barat soal teknologi militer, sudah dimiliki Iran. China dan Rusia, bagaimanapun punya kontribusi besar pada isu ini.
Penasihat keamanan nasional Gedung Putih, Jake Sullivan, mengatakan, sanksi baru ke Iran akan menargetkan Kementerian Pertahanan Iran dan Korps Garda Revolusi Islam.
Target lainnya kemungkinan individu-individu yang dianggap bertanggungjawab atas serangan balasan Iran.
Menurut ahli politik internasional asal Iran, Prof Hossein Askari, menerapkan sanksi tambahan terhadap Iran hampir tidak menghasilkan apa-apa.
Menurutnya, cara itu hanyalah usaha para elite politik AS dan sekutunya untuk menunjukkan mereka melakukan sesuatu daripada mengakui isolasi terhadap Iran adalah sebuah bencana.
Barat tidak memahami, persekusi terhadap suatu pihak hanya akan melahirkan kemauan kuat dan kreatifitas untuk menyusun kekuatan guna melawan yang superior.
Iran telah lama menyadari mereka hidup di dunia di mana mereka harus melakukan tindakan militer, harus kuat dan mandiri.
Karena itu, Iran dengan segala kesulitan yang dialami, telah mengabaikan barat. Mereka juga sudah tidak lagi mempercayai barat.
Bias AS dan Eropa dalam membela kejahatan Israel terhadap Palestina dan menyerang segalanya, memperkuat penilaian itu.
Pada peristiwa baru yang melambungkan Iran saat mampu menjebol pertahanan Israel, sudut pandang barat juga tampak dari nada media arus utamanya.
Umumnya, media arus utama barat mengabaikan serangan Israel terhadap konsulat Iran di Suriah yang memicu balasan Iran, dan lebih menyoroti aksi balasan Iran.
Padahal jika dibandingkan, serangan balasan Iran ke Israel sangat terencana dan sistematis, sudah ada peringatan dini dan tidak bertujuan membunuh siapa pun di Israel.
Barat kini semakin kehilangan kredibilitasnya dari hari ke hari. “Kebenaran itu penting,” kata Hossein Askari dikutip situs media Sputnik.
Selain China yang kuat dalam hubungan bisnis, Rusia suka tak suka harus diakui sebagai satu-satunya teman kuat Iran.
Sistem navigasi Glonas (seperti GPS) dari Rusia secara luas sudah diketahui sebagai teknologi yang digunakan Iran mengembangkan teknologi drone dan rudalnya.
Kedekatan Moskow-Teheran ditunjukkan Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Iran Ebrahim Raisi yang langsung berkomunikasi membahas eskalasi konflik Timur Tengah pada 16 April.
Diskusi dilakukan sesudah Israel mengirimkan ratusan rudal dan drone ke Israel, sebagai balasan atas serangan Israel ke konsulat Iran di Damaskus.
Telepon datang dari Presiden Iran Ebrahim Raisi, dan ini menunjukkan siapa pun yang memulai panggilan biasanya menunjukkan kedekatan mereka yang istimewa.
Iran menempatkan Rusia tidak hanya sponsor resolusi konflik Timur Tengah, namun sebagai negara yang dapat mempengaruhi semua pihak yang berkonflik dan mempunyai hak suara di Dewan Keamanan PBB.
Teheran adalah negara yang paling bertanggung jawab dalam konflik Timur Tengah, yang sangat menyadari pertukaran serangan antara Iran dan Israel masih jauh dari terselesaikan.
Oleh karena itu, menurutnya, penting bagi para pemimpin Iran untuk menunjukkan kepada rakyatnya Teheran memiliki teman-teman kunci dan berpengaruh di luar negeri.
Sementara para pemimpin Arab di sekitar Iran nyaris jadi penguasa yang praktis kehilangan legitimasi moralnya dalam konteks konflik Timur Tengah.
Yordania bahkan ‘membantu’ mencegati rudal dan drone Iran yang terbang melintasi wilayah udara mereka menuju Israel.
Saudi, Emirat, Qatar, Bahrain, Kuwait, Oman, dan Turki, berusaha menjaga jarak dan hanya melarang wilayah udaranya dipakai sebagai titik awal serangan ke Iran.(Setya Krisna Sumarga/Editor Senior Tribun Network)