INSTITUSI Polri yang dikomandani Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah membukukan catatan terbaiknya di akhir penyelesaian Grand Strategi Polri 2005-2025.
Pasalnya, kepercayaan publik terhadap Polri melalui hasil survey Litbang Kompas cukup tinggi dan meningkat tajam mencapai 73℅ menjelang Hari Ulang Tahun Polri Ke-78, 1 Juli 2024.
Keberhasilan ini harus dijadikan cermin oleh Pimpinan Polri ke depan, dimana adanya riak-riak kecil di internal yang membuat reformasi kultural belum menunjukkan kemajuan besar.
Hal itu dengan ditengarainya masih adanya pendekatan kekerasan yang dilakukan anggota Polri terhadap masyarakat, bertindak sewenang-wenang, arogan, menyakiti hati rakyat, dan mempertontonkan kemewahan kepada publik.
Seperti saat adanya komitmen bahwa institusi Polri mengawal investasi sesuai perintah Presiden Jokowi membuat Polri bersikap berlebihan, represif dan berpotensi melakukan pelanggaran HAM.
Sehingga ke depannya, perlu diatur dalam peraturan kepolisian yang berlandaskan polisi sipil yang demokratis dan menghormati HAM.
Baik itu melalui Peraturan Polri (Perpol) atau Peraturan Kapolri (Perkap).
Selama aturan pengawalan investasi itu belum ada, akibatnya akan terjadi bentrokan antara aparat kepolisian dengan masyarakat melalui cara-cara kekerasan.
Hal ini seperti terjadi di Wadas, Rempang dan juga perusahaan-perusahaan pertambangan, perkebunan.
Di kasus Wadas, Komnas HAM menemukan fakta bahwa Polda Jateng menggunakan kekuatan berlebihan dalam peristiwa kekerasan saat melakukan penangkapan terhadap warga.
Akibatnya, puluhan warga terluka dan 67 orang dibawa ke Polres Purworejo.
Begitu juga di Rempang, Komnas HAM menemukan indikasi pelanggaran hak asasi manusia dalam peristiwa kericuhan di Pulau Rempang, Kota Batam, Kepulauan Riau.
Pendekatan kekerasan oleh anggota Polri yang terbaru adalah kematian Afif Maulana, seorang pelajar SMP di Kota Padang.
Kasus itu mencuat setelah viral di medsos akhirnya menjadikan 17 anggota Ditsabhara Polda Sumatera Barat menjadi terperiksa.