Seiring berjalannya waktu (dari lahirnya pada tahun 2002 hingga 2024) ini, KPK telah melalui berbagai pengalaman dalam pelaksanaan program pemberantasan korupsi.
KPK telah berhasil mengungkap berbagai kasus korupsi besar yang melibatkan sejumlah petinggi negara, termasuk petinggi politik dan pengusaha besar.
Namun dalam perjalanannya, tidak sedikit juga KPK mengalami “pelemahan” atau perlawanan, dimulai dari kasus “suro vs boyo”, skandal etik Pimpinan KPK, hingga terakhir kasus pemerasan.
KPK juga silih berganti mengalami pasang surut, tidak hanya dari kendala dalam pengungkapan kasus korupsi, namun juga prahara internal KPK.
Semua fenomena ini kemudian memberikan citra bahwa KPK mudah dijadikan alat politisasi.
Beberapa media bahkan menyebut Presiden berupaya melakukan pelemahan terhadap KPK secara “perlahan namun pasti” karena menganggap KPK justru menjadi hambatan atau kontraproduktif dengan upaya pembangunan dan pemulihan ekonomi.
Presiden bahkan diduga menggunakan kekuatan dan kekuasaan hingga berupaya melibatkan DPR untuk menampilkan legalisme otokrasi. Isu semacam ini sesungguhnya terus ada dan beredar dari dulu hingga saat ini, bahwa KPK menjadi alat politik atau kekuasaan.
Banyak pihak mempertanyakan independensi KPK dan kinerjanya. Kajian secara legal juga terjadi setelah putusan MK yang menyatakan bahwa status ketatanegaraan KPK di cabang eksekutif. Lagi-lagi publik menduga adanya intervensi untuk melemahkan KPK.
Kekuasaan Pemerintah diduga menggunakan aparat atau alat negara seperti Polri, Kejaksaan, dan KPK untuk melanggengkan atau mengamankan kekuasaannya.
Menjaga Independensi Pimpinan KPK
Dalam melahirkan seorang pemimpin yang bersih dan berkualitas, diperlukan sebuah strategi yang benar dan tepat dalam upaya untuk menghadirkan seorang pimpinan yang profesional dan akuntabel.
Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara atau tahapan; mulai dari proses rekrutmen, pengawasan bersama hingga evaluasi kinerja.
Selain itu kebijakan atau pengaturan dalam pelaksanaan kerja berdasarkan prinsip good governance dan jaminan untuk profesionalisme, akuntabilitas, dan integritas harus menjadi dasar sekaligus outputnya.
Maka benar tentunya dalam menghasilkan seorang pemimpin yang baik, tentu dimulai dari proses rekrutmennya.