Oleh: Dr. KRMT Roy Suryo, M.Kes
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gagal Total ? Ya, Fixed. 1000 persen (baca: seribu persen), alias tidak cukup hanya 100 persen kegagalan Seniman NN dalam mewujudkan hasil akhir desain Patung Garuda dibelakang Istana Garuda di IKN (Ibu Kota Negara) Nusantara yang awalnya digadang-gadang akan menjadi landmark yang membanggakan, sekaligus Kado istimewa Peringatan 79 tahun Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 2024 besok.
Namun apa lacur, bukannya Apresiasi, kekaguman apalagi Pujian yang didapatkan, tetapi mostly. Bahkan bisa disebut semua- komentar yang muncul setelah patung garuda tersebut tampak bentuknya, tidak ada satupun yang memuji bahkan rata-rata mencemooh alias karyanya jadi mem-"bagong"-kan.
Sekarang ini justru NN malah hanya tampak sibuk mengklarifikasi di berbagai media ssebagai konsekuensi hasil karyanya yang menjadi bullyan netizen hingga jadi trending topic diberbagai platform tersebut.
Baca juga: Ketua Umum Asosiasi Museum RI Sebut Desain Istana Garuda IKN Gambarkan Bangsa Berwibawa dan Kuat
Mulai dari disebut sebagai "Istana Kelelawar", "Rumah Kampret", "Tempat tinggal Voldemort" (Catatan: Sosok Lord Voldemort salahsatu Penyihir Jahat lulusan Hogwarts dalam sekuel Harry Potter karya JK Rowling.
Ini pernah saya ulas dalan tulisan sebelumnya, sebagai sosok jahat yang sangat kejam, licik, menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya), hingga sampai ada yg mengatakan "Istana Setan/Iblis" saking muram alias gelapnya.
Selain menyalah-nyalahkan masyarakat yg dianggapnya "tidak mengerti seni dan teknologi" (?), Terwelu.
Dia malah mencontohkan seniman-seniman besar seperti pelukis Rembrandt (Harmenszoon van Rijn), (Vincent Willem) Van Gogh, bahkan Boerhanoedin (Affandi) Koesoema, yang disebutnya karyanya sempat tidak laku pada awalnya dan membingungkan masyarakat, namun kini berharga sangat mahal dipasaran dunia.
Ketika mendengar komentar NN ysng menyalah-nyalahkan orang lain, terus terang malah menjadi kasihan kepada dia, karena tampaknya ingin agar dibanding-bandingkan dengan nama-nama besar itu.
Nyaris mirip sosok yang menderita Waham kebesaran (sampai Skizofrenia) sebagaimana yang sempat disampaikan juga oleh Dr Reni Suwarso (Dosen UI & Direktur IDESSS) serta Prof Dr HM Amin Rais (UGM) utk orang lain yg ditengarai sudah terjangkit gejala tersebut.
Artinya, kalau hanya satu atau sekelompok kecil saja masyarakat yang tidak memahami karyanya, mungkin saja dia boleh begitu.
Tetapi kalau sampai semua komentar berpendapat minor / negatif terhadap "Patung (?)" itu, siapa yang salah sekarang? Kebetulan selaku Dosen -bahkan SesJurusan- di Fak Seni Media Rekam ISI (Institut Seni Indonesia) selama 10 (sepuluh tahun, 1994-2004), bahkan meraih "Dosen Teladan th 2002", sekaligus akrab dengan Perupa berbagai media, saya cukup mengerti bagaimana menilai & memahami sebuah karya seni.
Memang sebuah karya seni tidak bisa dinilai secara absolut hitam atau putih saja, namun kalau sejak awal sudah sering dijelaskan konsep & rancangannya, kemudian setelah karyanya jadi untuk diimplementasikan ternyata berbeda jauh dengan apa-apa yang pernah digembar-gemborkannya, tentu hal ini yang menjadi catatan kritis terhadap (kegagalan) karyanya tsb.
Maka tidak heran sejak jauh-jauh hari sudah ada banyak protes dari kelompok2 arsitek misalnya Asosiasi Profesi Arsitek Indonesia, Green Council Indonesia (GBCI), Ikatan Ahli Rancang Kota Indonesia (IARKI), Ikatan Arsitek Lanskap Indonesia (IALI) & Ikatan Ahli Perencanaan Wilayah dan Kota (IAP) yang sempat speak up tentang rancangan NN.