Oleh: Bambang Soesatyo, Ketua MPR RI/Dosen Pascasarjana Universitas Borobudur, Universitas Trisakti, Universitas Jayabaya dan Universitas Pertahanan RI (UNHAN)
TRIBUNNEWS.COM - Transformasi ekonomi Indonesia melalui hilirisasi mensyaratkan iklim usaha yang kondusif. Konsekuensinya, pemerintah pusat dan semua pemerintah daerah harus mau dan berani mengeliminasi semua faktor penghambat proses investasi, baik faktor penghambat di internal birokrasi maupun hambatan lain di luar birokrasi.
Fokus lain dari presiden terpilih untuk periode 2024-2029, Prabowo Subianto adalah Iklim usaha di dalam negeri. Fokus Prabowo ini sudah dipublikasikan dalam skala luas karena dikemukakan dalam dua kesempatan, belum lama ini.
Pertama, dalam opininya di media Newsweek berjudul 'The Road Ahead for Indonesia', Prabowo menekankan pentingnya memperbaiki iklim usaha di dalam negeri untuk menjadi modern dan maju demi sukses pembangunan ekonomi nasional.
Prabowo juga mengingatkan bahwa progres pembangunan ekonomi sangat bergantung pada kontribusi dunia usaha, dan progres itu akan terwujud jika pemerintah mendukung dan kooperatif dengan sektor bisnis.
"Kita punya peran penting dalam membangun perekonomian modern dan maju, dengan menerapkan kebijakan yang tepat dan menciptakan iklim usaha yang baik bagi perkembangan berbagai bisnis atau start up baru dan menjanjikan," demikian Prabowo dalam opininya itu.
Prabowo pun memastikan, telah menyusun sejumlah langkah dan inisiatif untuk memperbaiki iklim usaha Indonesia. Salah satunya adalah memperkuat digitalisasi layanan publik.
Fokus tentang perbaikan iklim usaha di dalam negeri kembali dipertegas Prabowo saat meresmikan Geoportal Kebijakan Satu Peta 2.0 di Jakarta pada pekan ketiga Juli 2024. Dia menekankan perlunya iklim usaha dan pemerintahan yang kondusif agar Indonesia menjadi tujuan investasi.
"Negara dan bangsa yang dapat memberi kepastian dan iklim usaha yang paling efisien dan paling baik, itulah yang akan meraih investasi. Kita butuh investasi, untuk itu kita perlu iklim yang baik; kita perlu governance yang baik," kata Prabowo.
Sudah barang tentu bahwa fokus Prabowo pada perbaikan iklim usaha itu ada relevansinya dengan agenda transformasi ekonomi nasional. Seturut perubahan zaman, perekonomian Indonesia butuh perubahan struktural agar makin produktif, kompetitif dan mampu menanggapi kebutuhan pasar yang juga telah berubah.
Keanekaragaman sumber daya alam (SDA) dibutuhkan pasar global. Selain minyak dan gas bumi, SDA lain yang juga dibutuhkan pasar global adalah bijih emas, perak, bijih mangan, bijih tembaga, batubara, pasir besi, bijih timah, bijih nikel hingga bijih bauksit.
Ada juga SDA mineral non logam yang dibutuhkan berbagai sektor industri yang produk akhirnya digunakan dalam keseharian hidup masyarakat. Misalnya, fosfat untuk pembuatan pupuk pertanian; belerang yang digunakan dalam industri kimia, kertas, dan farmasi hingga kaolin yang digunakan dalam industri keramik dan kertas. Selain itu, ada SDA mineral industri seperti garam, zeolit dan talkum yang digunakan dalam industri makanan, kimia, kosmetik, dan farmasi.
Baca juga: HNW Ingatkan DPR untuk Lancarkan Konsultasi Peraturan KPU yang Tindaklanjuti Putusan MK Soal Pilkada
Ragam tanaman pangan sektor pertanian dan perkebunan dari Indonesia pun sudah lama diminati pasar global. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, volume ekspor pertanian hingga Juni 2023 mencapai 21,2 juta ton.
Tak hanya kelapa sawit, juga karet alam, kakao, kopi, tanaman Hias, rumput laut, ganggang serta porang. Belum lagi rempah-rempah khas Indonesia seperti lada yang tumbuh di banyak daerah, serta cengkeh, kayu manis, vanili, pala hingga kapulaga dan andaliman yang sudah menjadi bagian tak terpisah dari masyarakat di banyak daerah.