Namun faktanya, somasi itu tidak digubris demi mengejar batas waktu pencalonan Gibran.
Dengan demikian, Putusan MK No 90/2023 merupakan peristiwa dan fakta hukum yang sangat penting dan menentukan bagi keabsahan pencawapresan Gibran, karena Putusan MK dimaksud tidak hanya berimplikasi hukum pada Hakim Konstitusi Anwar Usman diberhentikan dari jabatan Ketua MK dan 8 Hakim Konstitusi lainnya diberi sanksi administratif berupa teguran tertulis dan teguran lisan secara kolektif dalam Putusan MKMK tanggal 7 November 2023, akan tetapi juga berimplikasi hukum pada tidak sahnya Putusan MK No 90/2023.
Implikasi hukum lainnya yang paling fatal adalah Perkara No 90/2023 disidangkan kembali dengan susunan majelis hakim yang berbeda, sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (6) dan (7) UU No 48 Tahun 2009, namun sanksi pidana saat ini masih dalam proses telaah KPK dalam perkara dugaan terjadi tindak pidana kolusi dan nepotisme, sementara akibat hukum berupa tidak sahnya putusan MK saat ini diabaikan oleh MK sendiri.
Kedua, pelanggaran terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim oleh 9 Hakim Konstitusi ketika menyidangkan uji materi Pasal 169 huruf q UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terhadap UUD 1945 dalam perkara No 90/2023, telah dilaporkan oleh masyarakat termasuk TPDI dan Perekat Nusantara kepada Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).
Ini membuktikan bahwa Hakim Konstitusi telah melanggar Pasal 17 UU Kekuasaan Kehakiman, sebagaimana terbukti dari 9 Hakim Konstitusi yang menyidangkan Perkara No 90/2023, diberi sanksi administrasi, di mana Anwar Usman diberhentikan dari jabatan Ketua MK, sedangkan Hakim Konstitusi lainnya yaitu Saldi Isra dkk diberi sanksi teguran tertulis dan teguran lisan secara kolektif, karena terbukti melakukan pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim.
Itu merupakan peristiwa dan fakta hukum yang ikut memperkuat dalil bahwa pencawapresan Gibran cacat hukum dan tidak sah.
Ketiga, pemberhentian Anwar Usman dan terpilihnya Suhartoyo sebagai Ketua MK baru merupakan peristiwa dan fakta hukum yang membuktikan bahwa eksekusi atau pelaksanaan Putusan MKMK No 2, 3, 4 dan 5/MKMK/L/11/2023 berjalan dengan baik, antara lain terjadi pemilihan Ketua MK baru Suhartoyo menggantikan Anwar Usman, dan beberapa larangan lainnya bagi adik ipar Jokowi itu untuk tidak ikut dalam persidangan sengketa-sengketa tertentu termasuk sengketa Pilpres 2024 dan beberapa sengketa Pilkada, sebagai sanksi administratif.
Dengan demikian, pergantian Ketua MK merupakan peristiwa dan fakta hukum yang sangat penting dan menentukan bahwa MK berada dalam cengkeraman dinasti politik Presiden Jokowi ketika memutus Perkara No 90/2023, sehingga secara hukum dan moral berimplikasi pada Putusan MK dimaksud tidak sah dan pencawapresan Gibran juga tidak sah dan harus dibatalkan.
Sesuai ketentuan BAB II tentang Asas Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman UU No 48 Tahun 2009, khususnya Pasal 17 ayat (1) sampai (7) yang mengatur tentang hak ingkar.
Keempat, keberadaan Anwar Usman sebagai Hakim Konstitusi pasca-Putusan MK No 90/2023 dan Putusan MKMK No 2/2023 merupakan peristiwa dan fakta hukum yang membuktikan bahwa berbagai upaya untuk melepaskan pengaruh dinasti politik di tubuh MK masih gagal dilakukan, sehingga ancaman terhadap kekuasaan kehakiman yang merdeka tak terhindarkan.
Kondisi demikian semakin memperkuat daya cengkeram kekuasaan eksekutif untuk mengintervensi dan membuat MK sebagai lembaga yudikatif yang kemerdekaan dan kemandiriannya dijamin UUD 1945 telah dilanggar oleh Presiden Jokowi dan Anwar Usman dalam semangat dinasti politik lintas lembaga tinggi negara dan perilaku nepotisme yang menyandera MK, sehingga dalam menjalankan fungsi kekuasaan kehakiman menjadi tidak merdeka dan tidak mandiri.
Bagian ini bisa dijadikan sebagai peristiwa dan fakta hukum untuk dijadikan alasan bagi MPR tidak melantik Gibran sebagai Wapres.
Kelima, Pasal 13 ayat (1) huruf q Peraturan KPU No 19 Tahun 2023 tentang persyaratan usia capres/cawapres minimal 40 tahun tetap berlaku pasca-Putusan MK No 90/2023 karena secara hukum KPU baru boleh mengubah PKPU manakala DPR telah melaksanakan Putusan MK No 90/2023, yaitu mengubah ketentuan batas umur capres/cawapres dalam perubahan UU Pemilu.
Karena itu pendaftaran Gibran di KPU kemudian dinyatakan diterima dan dinyatakan sebagai telah memenuhi syarat sebelum KPU mengubah PKPU, maka secara hukum pendafataran Gibran cacat hukum dan tidak sah.