Kasus ini bahkan juga membuat Komisi Yudisial selanjutnya membuat rekomendasi kepada MA untuk memeriksa dan memberhentikan majelis hakim yang bersangkutan.
Rekomendasi yang sebenarnya masih menimbulkan pro dan kontra di kalangan ahli dan pemerhati hukum.
Namun belum selesai pembahasan atau diskursus mengenai hal itu, Kejaksaan Agung memberi berita besar tentang penangkapan yang terbilang “kakap”.
Hal ini tentu sangat mengundang perhatian masyarakat, karena selain putusan yang dinilai kontroversial, kini terungkap pula dugaan suap dibaliknya.
Keyakinan masyarakat seolah semakin terkonfirmasi bahwa masih ada keterlibatan mafia hukum dan peradilan pada lembaga peradilan maupun pejabat dan hakim.
Citra peradilan kembali tercoreng dengan terungkapnya penyalahgunaan kewenangan dan sejumlah oknum hakim, apalagi tentunya keterlibatan dalam tindak pidana korupsi.
Kasus tindak pidana korupsi pada hakim juga bukan pertama kali terjadi. Sebelumnya beberapa kasus yang melibatkan hakim juga sempat menghebohkan masyarakat dan pemerhati hukum.
ICW bahkan mencatat setidaknya telah ada 21 orang hakim dan beberapa aparat pengadilan yang telah terjerat kasus korupsi. Seperti misalnya, kasus Hakim DS yang menangani perkara walikota Kediri, Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap seorang Hakim Agung (Sudrajad Dimyati) dan 10 orang lainnya, kasus yang melibatkan Gazalba Saleh (belakangan di vonis bebas), kasus suap Ketua Pengadilan Tinggi Manado, dan juga kasus yang melibatkan mantan Sekretaris MA, Nurhadi dan beberapa hakim dan panitera lainnya.
Sedangkan di lingkungan Mahkamah Konstitusi, KPK juga pernah menjerat Hakim Konstitusi seperti Akil Mochtar dan Patrialis Akbar. Aparat penegak hukum juga pernah menangkap dan menjerat hakim pengadilan ad hoc tipikor, yang notabene juga melakukan penanganan perkara tindak pidana korupsi.
Independensi Hakim vs Integritas-Akuntabilitas Hakim
Masyarakat kini mulai menakar tentang sifat kemandirian dan kemerdekaan hakim yang telah dijamin dalam ketentuan, yakni Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Hal ini tentu oleh publik direfleksikan dengan output dan integritas atau akuntabilitas hakim. Citra lembaga peradilan dan sistem peradilan dan penegakan hukum mulai diragukan.
Dari sejumlah survei yang pernah dipublikasikan, dapat dikatakan secara umum bahwa tingkat kepercayaan atau kepuasan masyarakat pada sistem peradilan atau penegakan hukum relatif mengalami stagnasi.
Melihat dari salah satu contoh rilis Lembaga Survei Indonesia (LSI) misalnya di tahun 2023 lalu, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga hukum masih cukup tinggi, terutama terhadap lembaga peradilan (71 persen).
Angka kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan dalam pemberantasan korupsi juga dinilai masih baik atau aman (51 persen).