Reward seharusnya adalah promosi jabatan maupun penambahan tunjangan, bukan malah ditempatkan di tempat “idaman” yang berpenghasilan tinggi.
Hal yang paling urgen dibenahi saat ini adalah pengawasan. Berbagai Peraturan Kapolri atau peraturan polisi yang mengatur tentang Bidang Pengawasan, tidak boleh hanya menjadi aturan penegakan namun juga sebagai aturan pencegahan.
Saat ini bidang propam hanya bersifat reaktif terhadap pelanggaran yang terjadi. Padahal bisa saja Propam sudah bekerja pada saat anggota bekerja. Sistem pengawasan melekat
Bersih-bersih ini perlu dilakukan dengan kesadaran bersama oleh Polri untuk secara terbuka mengakui kelemahan-kelemahan yang ada dan merespon dengan ketegasan penuh.
Artinya selain proses hukum dan etik terhadap oknum anggota yang melanggar, serta para pimpinannya sesuai dengan Perkap Nomor 2 Tahun 2022 tentang Pengawasan
Melekat di Lingkungan Polri, Polri atau Pemerintah perlu untuk meresponnya dengan tindakan perubahan yang nyata. Respon tersebut harus secara nyata mampu secara signifikan meningkatkan pengawasan, kesadaran dan kepatuhan hukum oleh seluruh anggota Polri, maupun penanganan kasus dan pelayanan publik yang bersih, adil, dan terpercaya.
Serta hal yang terpenting adalah bagaimana Polri dapat menunjukkan komitmen untuk terbuka dan mengubah diri dari budaya arogansi, kekerasan, koruptif, dan manipulatif. Hal ini tentang membangun budaya Polri yang profesional, sederhana, dan berintegritas tinggi dalam pengayoman dan pelayanan masyarakat.
Polri harus dapat mencontoh Kepolisian Hongkong atau Pemerintah RRT (Cina) dalam hal keseriusan untuk mengubah citranya dengan tindakan tegas tanpa pandang bulu terhadap pejabat maupun anggota yang melanggar atau terlibat dalam kejahatan atau suap.
Kita semua tentu setuju bahwa kini dengan mereformasi Polri dan Sistem Kepemimpinannya merupakan hal urgen untuk upaya penyelamatan terhadap citra Pemerintah dan sektor penegakan hukum di Indonesia.
Prinsip Demokrasi, sistem penegakan hukum yang bersih dan adil, serta jaminan perlindungan Hak Asasi Manusia secara adil dan konsisten menjadi kunci pelaksanaan negara hukum (Arief Sidharta, 2004). Maka dalam hal ini penciptaan supremasi hukum menjadi faktor penting dan strategis.
Penyelamatan terhadap institusi Polri harus dilakukan dengan cepat, tegas, dan menyeluruh; meskipun terasa sangat pahit.
Namun seperti layaknya memberi obat dengan rasa yang pahit, tetap perlu diberikan untuk menyembuhkan penyakit. Sama halnya dengan permasalahan ini.
Polri harus terbuka dan legowo untuk menerima kritik dan melakukan pembenahan terhadap seluruh sistem tata kelola maupun para pejabat dan jajarannya (tata kelola organisasi) untuk dapat menghadirkan anggota Polri yang berintegritas dan kredibel dalam menjalankan tugas dan fungsi Polri.
Polri juga perlu untuk terbuka kepada perubahan terhadap sistem yang selama ini telah berjalan di seluruh fungsi, agar menjadi Polri yang lebih efektif, bersih, dan dapat diakses oleh masyarakat.
Polri harus berbenah dan melakukan bersih-bersih karena Polri menjadi salah satu indikator utama citra Pemerintah di mata masyarakat Indonesia maupun global.
Perlu dikedepankan prinsip bahwa Polri menjadi simbol utama pelayanan masyarakat dan cerminan keberhasilan Pemerintah dalam perlindungan, pelayanan masyarakat, dan tentunya penegakan hukum.
Maka jika Polri gagal dalam melaksanakan fungsinya dengan profesional, akuntabel, dan berintegritas; hal ini menjadi cerminan utama Pemerintah Indonesia di mata internasional.
Sebaliknya, jika Polri menjadi bersih, integritas sistem pemerintahan dan kredibilitasnya akan meningkat.
Kredibilitas dan kualitas penegakan hukum atau sistem hukum tentu menjadi indikator fundamental dalam mengukur keberhasilan negara hukum dan penyelenggaraan pemerintahan.
Kita kini benar-benar berharap akan “Pembenahan” terhadap sektor hukum secara serius oleh Pemerintah dan tentunya Polri sehingga dapat menciptakan negara yang aman, adil, makmur, dan sejahtera sesuai cita-cita dan tujuan bangsa dan negara.