Salim keluar bersama sepeda motor. Anak lelakinya, DEP melihat peristiwa itu.
Massa mengikat tangan Salim dan memukulinya.
DEP diancam tidak boleh berteriak. Anak usia 13 tahun itu hanya terdiam ketakutan melihat ayahnya disiksa.
"Ketika itu sekitar sini sepi. Saya sudah berangkat mencari rumput. Begitu juga warga sekitar sini. Bapak saya di rumah sama menjaga anak saya," ujar anak perempuan Salim, Ike Nurila.
Salim dianiaya sambil dibawa menuju Balai Desa.
Selama perjalanan sekitar 1,5 km itu, tubuh Salim yang sudah lemas terjatuh 3 kali dari sepeda motor.
"Tidak ada yang berani menolong," imbuh Ike.
Seperti ditulis sebelumnya, Salim kemudian dianiaya di balai desa dan di jalan ke makam sampai tewas dan dibuang begitu saja di tengah jalan.
Ia juga sempat disetrum di balai desa. Sejumlah anak TK dan PAUD melihat penyiksaan itu.
"Dari rumah Salim sebenarnya orang-orang itu akan ke rumah Ansori. Tetapi tidak jadi karena sudah selesai di sini," ujar Mulyadi, sepupu Salim.
Kasus itu akhirnya meletus dan menjadi atensi banyak pihak. Warga yang menolak tambang mulai berani muncul meskipun diliputi rasa takut dan was-was. Mereka berani bersuara namun takut hidup mereka terancam.
Sebab warga sebenarnya sejak lama menyuarakan penolakan tambang itu.
Penambangan memakai alat berat berjalan tiga tahun terakhir.
Tahun 2014 lalu, warga berdemo di Watu Pecak agar penambangan dihentikan.
>