Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Bripka Seladi memenuhi undangan Ketua DPR Ade Komarudin di Jakarta.
Usai makan siang, Bripka Seladi pun menceritakan pengalamannya sebagai polisi yang juga berprofesi pemulung.
Ayah tiga anak itu memulai memulung pada tahun 2004. Tanpa rasa malu, ia mengakui saat itu terjepit masalah keuangan untuk anak dan istri.
"Saya memilih memulung tahun 2004, itu pun kalau saya sudah piket malam. Saya tidak campuradukkan antara tugas polisi dan muling," kata Bripkas Seladi yang didampingi Kapolresta Malang AKBP Decky Hendarsono di ruang pimpinan DPR, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (23/5/2016).
Saat piket di Polresta Malang, Seladi melihat sampah dan mengambilnya. Ia menganggap kegiatan itu sebagai bersih-bersih markas.
Esok harinya setelah bertugas piket malam, Seladi kembali memulung sampah.
Sampah botol-botol plastik itu, ia bawa ke rumahnya. Tetapi, ia mendapat penolakan dari istrinya, Ngatiani.
"Di rumah, istri saya bilang, ngambilin sampah isuk-isuk (pagi-pagi) ke rumah. Istri saya marah, tidak boleh bawa pulang," ungkap Seladi tersenyum.
Namun, penolakan istrinya tak membuat Seladi berhenti memulung.
Ia tetap mencari sampah yang bisa dijual di jalan selepas dinas.
Ia juga memisahkan antara plastik kresek dan botol. "Itu istilahnya bodhong," kata Seladi.
Setelah terkumpul selama sebulan, hasil memulung itu pun ia jual.
Hasilnya, Seladi mendapatkan Rp 400ribu dari hasil memulung.