TRIBUNNERS - Selama dua tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, sejumlah kebijakan di bidang energi patut diapresiasi.
Salah satunya adalah pembubaran Petral, anak usaha Pertamina, sebagai upaya untuk meningkatkan efisiensi pengadaan minyak mentah untuk kebutuhan dalam negeri.
Kebijakan lain yang menonjol adalah penghapusan subsidi untuk premium, lalu subsidi solar dibuat menjadi subsidi tetap Rp 1.000/liter. Pemangkasan ini membuat keuangan negara lebih sehat.
Upaya penyederhanaan izin pun patut diapresiasi.
Sudah banyak izin yang dihapus, dibuat online, maupun dibuat satu pintu di Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) lewat Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Bidang Migas
Di sisi lain, beberapa kebijakan masih perlu didorong untuk diimplementasikan secara optimal. Salah satu yang paling menonjol adalah program konversi BBM ke BBG.
Sudah saatnya pemerintah lebih serius dalam melakukan konversi, guna menekan importasi energi yang membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Aksi impor BBM malah membuka celah bagi para mafia migas untuk bermain di dalamnya.
Pemerintah hingga kini belum fokus ke arah konversi tersebut kendati sudah mempunyai road map-nya. Konversi seharusnya sudah harus dilakukan sejak 2012.
Konversi BBM ke BBG di sektor transportasi akan langsung membuat penggunaan minyak mentah dan produk BBM akan terpangkas drastis.
Dengan demikian pemerintah hanya fokus pada pemenuhan cadangan penyediaan energi pada BBG.
Lifting minyak bumi saat ini sudah turun signifikan menyusul belum ditemukannya cadangan baru yang potensial.
Imbasnya, Indonesia bergantung terhadap minyak mentah dan produk BBM dari luar negeri.
>