Kemendag Tak Mengerti Nilai Strategis Timah
GLOBALISASI telah berjalan beberapa tahun belakangan, dampaknya sudah mulai terasa.
Editor: Prawira
GLOBALISASI telah berjalan beberapa tahun belakangan, dampaknya sudah mulai terasa. Perang tak lagi harus menggunakan sepucuk pistol, segenggam granat ataupun sebongkah rudal. Perang untuk menguasai negara lain sudah dalam bentuk persaingan bisnis antar negara, Government to Government (GtoG), sudah pasti tak dapat dielakkan karena masing-masing negara secara naluri pasti ingin memperolah surplus dari perdagangan dengan negara lain.
Beragam upaya dikerahkan untuk meraih keuntungan dengan pola Super Kapitalisme terus berjalan, yaitu memperoleh keuntungan dengan cara apa saja, peduli setan negara lain dibuat sengsara. Pemanfaatan kelemahan lawan, Intelijen market, pembunuhan karakter, presure terhadap negara lemah, pembusukan pola pikir semua dilakukan dalam sistem ini. Semua terbungkus dengan berbagai judul yang aduhai. Hubungan bilateral, hubungan regional, hubungan multilateral sampai dengan hubungan kota kembar, semua adalah bungkus-bungkus manis yang menjadi bagian perang bisnis.
Dengan demikian tidak heran dan sah-sah saja bila saat ini terdapat Gerakan Internasional untuk melemahkan negara. Hal ini dilakukan melalui berbagai cara dan jalur, jalur pemuda dengan merusak pemikiran mereka, ustadz dengan melakukan pembusukan, pemerintah dengan presure politik, swasta melalui tawaran modal yang mengikat dan melalui BUMN dengan usaha sistematis untuk menutupnya.
Dalam hal ini terjadi terhadap PT Timah itu bisa jadi IYA. Harus diakui saat ini ketahanan mineral kita sangat lemah, mengapa begitu saya rasa kita tidak perlu saling menyalahkan karena hanya akan jadi benang kusut. Negara-negara lain sudah sangat faham bahwa secara ekonomi yang dapat menghadang laju proses penjajahan ekonomi mereka di NKRI adalah BUMN. Untuk itu Kita haus cari benang merahnya dan tarik dari kekusutan didalamnya.
Emas freeport terbawa keluar karena ketidak-tahuan masa lalu terhadap kandungan yang ada di balik tembaga. Apakah kita ingin hal seperti ini terjadi lagi terhadap kandungan lain yang terdapat di balik bijih timah? Tentu saja tidak. Ooleh karena itu benang merahnya adalah menguatkan KETAHANAN MINERAL dengan membangkitkan rasa patriotisme dan nasionalisme berkebangsaan.
Terhadap hal-hal seperti ini secara internal bangsa ini harus dilakukan penguatan ke dalam. Sepertinya pendidikan bela negara harus ditanamkan sejak dini. Mulailah dengan memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang BELA NEGARA melalui ketahanan ekonomi, ketahanan politik, ketahanan sumber daya alam, ketahanan mineral tambang.
Sudah selama ini setiap Direksi BUMN melakukan Perang Gerilya terhadap gerakan pembusukan BUMN. Hal ini sangat kita hargai karena untuk itu butuh ketekunan yang luar biasa (Istiqomah dalam konsep ISLAM). Namun sudah saatnya dilakukan PERANG TERBUKA sekaligus menjadi pembelajaran berarti bagi masyarakat tentang arti BELA NEGARA.
Memang tidak mudah menghapus isu-isu yang mereka lemparkan bahwa BUMN adalah sarangnya Koruptor, tidak peduli dengan ekonomi sekitar, tidak memiliki blue print bisnis yang jelas sehingga image BUMN menjadi buruk dihadapan masyarakat. Kejahatan terorganisir itu memang ada dan nekat bahkan sudah masuk pada level pejabat negara, lihat saja apa yang diungkapkan oleh Direktur Ekspor Produk Industri dan Pertambangan Ditjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Albert Tobogu dalam sebuah tulisan :
Aturan ekspor timah akan diperluas
Kamis, 04/11/2010 16:08:15 WIB
Oleh: Maria Y. Benyamin
"Pemerintah akan memperluas cakupan produk timah yang ekspornya diatur untuk mengakomodasi jenis timah lainnya dan seterusnya.
Berdasarkan Permendag No.04/2007, pemerintah hanya mengatur ekspor timah batangan yakni timah paduan maupun tidak yang merupakan hasil dari kegiatan pengolahan dan pemurnian yang termasuk dalam klasifikasi Pos Tarif/HS 8001.10.00.00 dan Pos Tarif/HS 8001.20.00.00.
Kadar logam timah yang dapat diekspor ditetapkan dalam batas minimal sebesar 99,85%. Direktur Ekspor Produk Industri dan Pertambangan Ditjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Albert Tobogu mengatakan ada indikasi produk timah lainnya di bawah kadar 99,85% justru diekspor ke luar negeri.
"Selama ini yang lolos dari peraturan sebelumnya [Permendag No.04/2007]
adalah tin solder yang kadarnya di bawah 99,85%. Oleh karena itu, revisi ketentuan itu akan memperluas cakupan produk yang diatur