Citra Indonesia di Jepang Tersebar dengan Cara Kuchikomi
Analis senior dari perusahaan pemeringkat Japan Credit Rating Agency, Ltd. (JCRA) mengungkapkan
Editor: Widiyabuana Slay
TRIBUNNEWS.COM - Analis senior dari perusahaan pemeringkat Japan Credit Rating Agency, Ltd. (JCRA) mengungkapkan, ekonomi Indonesia dalam posisi yang terbaik saat ini, pulih setelah 1998 terpukul krisis finansial. Peringkat Indonesia khususnya mata uang Indonesia pun dinaikkan dari BBB- menjadi BBB.
Hal ini menandakan kesempatan emas mencuat kembali di Indonesia untuk mencari untung karena uang berputar dengan deras ke berbagai sektor bisnis.
Sementara pengusaha Jepang pun semakin mengincar Indonesia saat ini, khususnya pasar yang sangat potensial dengan penduduk 250 juta jiwa. Bisa dibayangkan kalau mereka untung satu rupiah sehari berarti keuntungan Rp250 juta per hari.
Tiga raksasa produsen minuman Kirin, Asahi dan Suntory, misalnya, sudah bergerak mulai memasuki Indonesia. Kirin misalnya akan masuk ke Indonesia lewat San Miguel Filipina. Lalu Asahi lewat bantuan grup Indofood. Kemudian Suntory lewat kantor cabangnya di Singapura dan memasarkan minuman ringan baru yang masih diimpor dari Singapura serta Thailand dan produksinya di Indonesia mulai dipasarkan pula.
Perusahaan Jepang lain menyusul akan menyerbu masuk ke Indonesia. Meskipun demikian ada hal yang tetap diprihatinkan mereka, bagaimana mencari rekanan usaha dengan para pengusaha Indonesia?
Banyak informasi memang mereka peroleh dari berbagai pihak, tetapi tampaknya belum ada yang cocok. Misalnya saja bagaimana bisa berkomunikasi baik dengan pengusaha Indonesia secara langsung, sementara banyak sekali orang Indonesia (bukan hanya pengusahanya saja) tidak bisa bicara bahasa Jepang.
Tentu ada perantara atau interpreter. Hal ini bisa dipakai sementara, tetapi bukan untuk seterusnya apabila mereka telah membangun usaha di Indonesia.
Karena itu peranan lembaga pendidikan bahasa Jepang sangatlah penting saat ini di Indonesia guna mencetak manusia yang terbaik, bukan hanya dapat berbahasa Jepang tetapi juga dapat mengerti budaya Jepang dan memiliki wawasan bisnis yang luas. Hal ini semua diajarkan di Pandan College (021-2727-2511, 0361-255-225) oleh para pengajar professional bahasa Jepang. Saat ini sekolah bahasa Jepang itu sedang mencoba membuka cabang lain dengan sistem Franchise di delapan kota di Indonesia.
“Saya bingung mencari rekanan di Indonesia. Selain sulit berkomunikasi bahasa, juga masih kurang percaya dengan kredibilitas mereka melihat berbagai kasus bisnis yang ada antara kedua pihak, Indonesia dan Jepang,” papar seorang pimpinan perusahaan besar Jepang, Kitagawa, kepada penulis belum lama ini di kantornya.
Apa yang dimaksudkannya adalah, citra moral hazard yang tinggi di Indonesia, khususnya di bidang keuangan. Hal ini menjadi salah satu alasan lembaga finansial Jepang enggan masuk ke Indonesia karena manusianya sering berbohong.
Contoh mudah, pinjaman kredit (mobil) sulit kembali, bahkan tidak sedikit yang tak mengembalikan kredit, “Ambil saja barangnya kan beres.” Begitulah pola pikir banyak orang Indonesia. Tak heran akhir-akhir ini terjadi pengetatan cara pinjam kredit motor dan mnobil di Indonesia untuk mengurangi resiko yang akan timbul bila tak bisa mengembalikan pinjaman. Caranya, meningkatkan jumlah uang pembayaran awal.
Pola pikir seperti itulah yang masih banyak di Indonesia hingga saat ini, sehingga citra ini lewat kuchikomi (penyampaian pesan dari mulut ke mulut) cepat sekali tersebar luas di Jepang. Kuchikomi yang kurang baik ini haruslah bisa segera kita ubah dengan meningkatkan kepercayaan asing kepada Indonesia. Apabila berubah positif, hasiulnya pun akan jauh lebih baik lagi bagi investasi asing masuk ke Indonesia, khususnya dari Jepang.
Sementara di sudut lain, secara umum memang kepercayaan pengusaha Jepang untuk investasi saat ini mulai pulih terhadap Indonesia, baik mengenai peraturan, terlebih mengenai upaya kabinet Susilo Bambang Yudhoyono yang berusaha keras membasmi korupsi di Indonesia.