Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Putra Babel Harus Punya Saham di Koba Tin

Pro kontra perpanjangan tidaknya (clossing) kontrak karya PT Koba Tin beserta divestasinya kedepan mesti berpulang pada kepentingan lokal.

Penulis: Dewi Agustina
zoom-in Putra Babel Harus Punya Saham di Koba Tin
Bangka Pos/Al Aldhi
KBO Polres Belitung Iptu Fauzi (kanan) beserta anggotanya mengecek lokasi penambangan PT Kaolin Martapura, Senin (9/7/2012) pagi. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pro kontra perpanjangan tidaknya (clossing) kontrak karya PT Koba Tin beserta divestasinya kedepan mesti berpulang pada kepentingan lokal.

Demikian disampaikan Marbawi A. Katon, Direktur Eksekutif Pro Babel, yang juga dosen ekonomi-politik FISIP UIN Jakarta, dalam diskusi rutin anggota dan pengurus Persatuan Mahasiswa Melayu (Pamalayu) Bangka Belitung Pusat di sekretariat organisasi mahasiswa tersebut di komplek UIN Jakarta, Ciputat, Tangerang Selatan, Selasa (26/3/2013.

Pro Babel adalah sebuah perkumpulan para profesional putra daerah Bangka Belitung yang tersebar di Indonesia dan luar negeri.

Menurut Marbawi, jika stakeholder daerah tidak masuk dalam struktur ekonomi-politik pertambangan timah PT Koba Tin, daerah selalu menjadi penonton; hanya objek dari karitas corporate social responsibility (CSR). Padahal kekayaan timah ada di bumi daerah tersebut.

"Persoalan mendasar orang lokal sampai hari ini, tepatnya persoalan Bumiputra, tidak ditempatkan oleh elit dan penguasa dalam ranah struktur ekonomi dan politik. Bumiputra selalu menjadi wacana bahasa dan simbolik. Dengan cara pikir strukturalis ini, maka mau tidak mau, suka-tidak suka, kita angkat problem pembagian sumber daya, distribusi, dan alokasi ekonomi-politik tersebut. Karena di sinilah Bumiputra mengalami kesenjangan dan ketimpangan struktural yang luar biasa hebat," papar analis ekonomi-politik ini dalam rilis yang disampaikan ke redaksi Tribunnews.com, Jumat (29/3/2013).

Persoalan Koba Tin, menurut Marbawi, jika ditempatkan secara struktural ekonomi-politik, Bumiputra Bangka Belitung harus punya alat produksi dalam bentuk kepemilikan saham agar kesejahteraan kolektif lebih cepat terwujud secara signifikan.

Sebagaimana tanah dan tenaga kerja, menurut Marbawi, saham adalah alat produksi.

BERITA TERKAIT

"Kalau cuma jadi objek, lama-lama masyarakat akan termarjinalkan dari proses sosial ekonomi. Dan hal itu amat berbahaya bagi kelangsungan demokrasi kita. Jangan sampai terulang pengalaman Aceh dan Papua," papar konsultan Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) ini, kelahiran Puding, Bangka Belitung.

"Saya berkesimpulan, jika pihak asing (MSC) masih diberi ruang bebas mengendalikan Koba Tin, dan tidak ada alokasi saham yang dipegang stakeholder daerah, sama artinya Kementerian ESDM dan partnernya di Komisi VII DPR mengkhianati proyek desentralisasi," tandasnya.

Salah satu bentuk hukuman Bumiputra kepada mereka, dikatakan Marbawi, jangan pilih mereka di Pemilu 2014 dan jangan sampai mereka duduk lagi di jajaran kementerian atau posisi strategis pemerintahan. Marbawi juga mendesak agar anggota DPR dapil Bangka Belitung dan putra daerah Babel yang menjadi pejabat di kementerian pusat, jika tak ingin kena hukuman ini, harus berpihak pada lokal, jangan masuk angin.

Sebelumnya, pertengahan Maret 2013, sejumlah anggota komisi pertambangan dan energi menolak perpanjangan Kontrak Karya PT Koba Tin yang berakhir pada 31 Maret 2013.

Tapi pekan ini, Panitia Kerja (Panja) komisi ini menyetujui perpanjangan kontrak tersebut, meskipun bukan keputusan yang bulat. Karena masih ada sejumlah anggota Komisi VII DPR yang keberatan terhadap perpanjangan kontrak karya selama 10 tahun ke depan itu.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas