Guru Besar UI: Amerika Sadap Indonesia untuk Hancurkan Industri Rokok Kretek
Penyadapan komunikasi pejabat penting di Indonesia oleh negara asing, ternyata tidak melulu untuk kepentingan politik.
Penulis: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyadapan komunikasi pejabat penting di Indonesia oleh negara asing, terutama Amerika Serikat dibantu Australia, ternyata tidak melulu untuk kepentingan politik.
Guru Besar Hukum Internasional dari Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mengungkapkan, negeri Paman Sam itu juga menyadap pembicaran penting petinggi Indonesia untuk kepentingan ekonomi.
Terbaru, AS dan Australia menyadap percakapan penting pejabat Indonesia terkait sengketa keberlangsungan pabrik rokok kretek. Penyadapan itu, bertujuan untuk menjatuhkan industri rokok kretek nasional.
Hal tersebut, terungkap setelah data penyadapan National Security Agency (NSA) alias Badan Keamanan Nasional Amerika Serikat (AS) atas Biro Hukum Mayern Brown dibocorkan oleh mantan kontraktor NSA, Edward Snowden.
Untuk diketahui, Mayer Brown adalah penasehat hukum RI di World Trade Organization (WTO) dalam sengketa ekspor rokok kretek ke Amerika Serikat.
Dengan mengetahui strategi Mayern Brown, maka tim legal Amerika bisa menyusun strategi agar menang melawan Indonesia dalam di sidang di WTO. Kalau menang, AS bisa leluasa menjalankan undang-undang anti-rokok kretek di negerinya.
"Disodori data penyadapan dari Australia akhirnya Amerika menerima, ini strategi untuk menang, " ungkap Hikmahanto Juwana, Kamis (20/2/2014).
Padahal, kata dia, WTO melalui Dispute Settlement Understanding (DSU) pada 2012 telah memenangkan gugatan Indonesia terhadap larangan perdagangan rokok kretek di AS.
Namun, AS tetap membandel dengan tidak mencabut regulasi tersebut. Indonesia lantas kembali menggugat AS pada Agustus 2013 lalu, dan lagi-lagi menang.
Dalam putusannya, DSU menyatakan, aturan anti kretek yang dinamakan Federal Food, Drugs and Cosmetic Act Amerika Serikat merupakan kebijakan diskriminatif. Kebijakan tersebut bertentangan dengan Perjanjian WTO Technical Barrier to Trade.
Hikmahanto menambahkan, penerapan regulasi anti rokok kretek lebih menujurus pada kepentingan dagang ketimbang sekedar masalah kesehatan.
Pasalnya, AS punya tembakau putih yang juga ingin diserap banyak pembeli di negaranya, karena itu AS ingin mendepak kretek. "Yah mereka ingin tembakau putih ada pembelinya," tambah Hikmahanto.
Hikmahanto menegaskan, bukan kali ini saja asing ingin mempengaruhi jatuhnya industri kretek nasional.
Salah satu cara bentuk asing merongrong adalah, dengan menerapkan kampanye kesehatan lewat perjanjian Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) lewat World Health Organization (WHO).
Karena itu, menurutnya, perspektif pemerintah harus holistik. Perjanjian internasional harus hati-hati dilihat kepentingannya, negara mana yang merupakan produsen dan konsumen tembakau.
"Kalau tidak, mereka bisa mengendalikan industri kita lewat berbagai aturan," tandasnya.