Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Tolak FCTC untuk Kelestarian Industri Tembakau Nasional

AMTI menegaskan komitmennya untuk mendukung regulasi industri yang menyeluruhguna memperjuangkan industri tembakau nasional

Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Sanusi
zoom-in Tolak FCTC untuk Kelestarian Industri Tembakau Nasional
TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN
Pekerja mengiris dan mengemas tembakau siap pakai di pabrik tembakau iris Padud Jaya di Lingkungan Jelat, Kelurahan Pataruman, Kecamatan Pataruman, Kota Banjar, Jawa Barat, Selasa (27/8/2013). Tembakau yang berasal dari Lombok, Madura, Sumedang, Garut dan tempat lainnya tersebut dikemas di pabrik ini mulai dari kemasan 25 gram hingga 100 gram dengan harga jual mulai Rp 1.500 - Rp 10.000 per bungkus. Pabrik yang dikelola sudah tiga generasi sejak 1960-an itu memasarkan produknya ke sejumlah kota di pulau Jawa dan luar Jawa dengan rata-rata produksi 50 ton per bulan. TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) menegaskan komitmennya untuk mendukung regulasi industri yang menyeluruh, adil dan berimbang, guna memperjuangkan kelestarian industri tembakau nasional.

Hal ini disampaikan Ketua Dewan Pembina AMTI, Muhaimin Moeftie di Jakarta, Selasa (25/2/2014). Hadir perwakilan elemen AMTI, seperti Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), Asosiasi Petani Cengkeh Indonesia (APCI), Pemuda Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (Pemuda HKTI), Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) dan Forum Pekerja (FKPBRTI).

Menurut Muhaimin Moeftie, sejak awal didirikan pada 25 Januari 2010, AMTI secara aktif telah memberikan masukan kepada pemerintah agar regulasi yang dibuat untuk industri tembakau Indonesia mengakomodasi seluruh pertimbangan penting yang mencakup perlindungan kesehatan masyarakat dan perlindungan anak dari permasalahan merokok.

"Tapi secara bersamaan juga melindungi keberlangsungan industri tembakau yang memberikan kontribusi signifikan bagi pendapatan negara dan ekonomi nasional, serta jutaan lapangan pekerjaan yang diserap oleh industri tembakau," katanya.

Dukungan AMTI atas terwujudnya Peraturan Pemerintah No 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan (PP 109/2012) yang disahkan pada Desember 2012.

“PP 109/2012 merupakan titik temu antara dua kepentingan, yaitu kepentingan kesehatan dan kepentingan industri. Di dalamnya terdapat ketentuan-ketentuan yang tidak mudah dijalankan dari segi teknis maupun membutuhkan investasi yang tidak sedikit bagi para pelaku industri," katanya.

Namun demikian AMTI dan anggotanya berkomitmen untuk menerapkannya demi menghormati kepentingan bersama, sekaligus menghormati produk hukum Indonesia yang telah dicapai melalui proses musyawarah untuk mufakat selama tiga tahun,” katanya.

Berita Rekomendasi

AMTI menyayangkan, di tengah persiapan industri untuk menjalankan komitmennya terhadap PP 109/2012 dan ketidakjelasan atas beberapa ketentuan pelaksanaannya, Kementerian Kesehatan kembali sibuk mendorong aksesi FCTC sebagai agenda prioritasnya, sebagaimana ditetapkan melalui Peraturan Menteri Kesehatan No 40 Tahun 2013 tentang Peta Jalan Pengendalian Dampak Konsumsi Rokok Bagi Kesehatan, tanpa memperhatikan bahwa PP 109/2012 belum seluruhnya dilaksanakan.
 
“AMTI sejalan dengan pemangku kepentingan industri tembakau Indonesia lainnya, menolak secara tegas rencana untuk mengaksesi FCTC karena Pasal FCTC yang dijabarkan lebih lanjut melalui pedoman (Guidelines) dan protokol diyakini sangat eksesif sehingga akan mematikan industri rokok nasional dan bertentangan dengan beberapa UU di Indonesia,” tegasnya.

Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Nasional Abdus Setiawan menegaskan pedoman FCTC tidak terbukti mampu mencapai tujuan kesehatan masyarakat, namun pada saat yang bersamaan membahayakan mata pencaharian jutaan orang yang bergantung pada sektor tembakau (petani, pengecer, pemasok, karyawan industri tembakau, dll).

“Pedoman tersebut akan berdampak negatif terhadap perekonomian negara, baik dari segi pendapatan negara melalui cukai, maupun penyerapan tenaga kerja. Selain itu, pedoman tersebut juga bertentangan dengan kedaulatan dan hukum/peraturan perundangan negara. Untuk itu AMTI secara konsisten menolak rencana Pemerintah Indonesia dalam mengaksesi FCTC,” tegasnya.

AMTI berpandangan bahwa sebagai negara berdaulat yang memiliki karakteristik permasalahan dan kepentingan, maka sudah seyogyanya Pemerintah Indonesia mengacu pada peraturan perundangan dalam negeri dan lebih mendahulukan kepentingan bersama rakyatnya ketimbang mengadopsi peraturan internasional yang belum tentu cocok untuk diterapkan di Indonesia.

Maka dari itu, AMTI secara tegas menolak ratifikasi FCTC dan pada saat yang bersamaan mendukung implementasi dan penegakan PP 109/2012 secara efektif dan berkesinambungan di Indonesia.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas