Kadin Minta Kenaikan TDL Tidak Mendadak
Pengusaha saat ini kata dia harus bisa menyikapi hal ini dengan sesuatu yang lebih positif untuk menjaga kelangsungan bisnis
Penulis: Adiatmaputra Fajar Pratama
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta Edy Setiadi menuturkan, kenaikan TTL ini memang menjadi beban berat yang mau tak mau harus dipikul pengusaha. Namun, ketimbang meratapi nasib, pengusaha saat ini kata dia harus bisa menyikapi hal ini dengan sesuatu yang lebih positif untuk menjaga kelangsungan bisnis.
“Ini berat buat kita, tapi mau apalagi, sudah jadi putusan," ujar Edy, Kamis (12/6/2014).
Edy memaparkan, jika pemerintah dan DPR ingin menaikkan tarif listrik, sebaiknya tidak tiba-tiba. Karena hal tersebut, pengusaha belum ada persiapan tanpa ada sosialisasi yang matang terhadap kenaikan tarif listrik.
"Tapi memang diharapkan naiknya bertahap, gak ujug-ujug. Apalagi ini tahun poltik yang harus disikapi dengan baik oleh pengusaha,” serunya.
Menurut Bos Bosowa Group Erwin Aks, atas nama keadilan, tarif pelanggan rumah tangga selain industri memang sudah sepantasnya dinaikan. Pasalnya taif untuk golongan tersebut sudah lama tak naik dan menjadi paling murah di negara-negara kawasan.
“Jangan terlalu khawatir dengan inflasi. Saya yakin rumah tangga masih bisa mengatasinya. Bukankah biasanya biaya komunikasi juga lebih tinggi,” ujar Erwin.
Seperti diketahui enam golongan pelanggan yang akan mengalami kenaikan tarif listrik per 1 Juli 2014 adalah pelanggan industry I3 non terbuka (tbk), yang dinaikkan secara bertahap 11,57 persen setiap dua bulan. Kemudian pelanggan rumah tangga R3 dengan 3.500-5.500 VA naik bertahap 5,7 persen setiap dua bulan.
Selanjutnya pelanggan pemerintah (P2) dengan daya diatas 200 kilovoltamper (KVA) naik secara bertahap 5,36 persen setiap dua bulan. Lalu, pelanggan rumah tangga (R1) dengan daya 2.200 VA naik bertahap rata-rata 10,43 persen setiap dua bulan. Adapun pelanggan penerangan jalan umum (P3) naik bertahap sebesar 10,69 persen setiap dua bulan dan pelanggan rumah tangga (R1) dengan daya 1.300 VA, naik bertahap sebesar 11,36 persen setiap dua bulan.
Pemerintah mengklaim pemotongan terhadap subsidi listrik akan membuat pemerintah dapat berhemat Rp 8,51 triliun. Pengeluaran Indonesia untuk subsidi listrik sebelumnya diperkirakan akan mencapai Rp 95,35 triliun dalam revisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2014 yang dihitung sebelum pemotongan terakhir.
Jumlah tersebut 15 persen lebih tinggi daripada Rp 83,27 triliun yang ditentukan dalam APBN 2014 sebelum revisi.