Petani dan Buruh Minta Jokowi Lindungi Industri Tembakau
Petani tembakau dan buruh industri tembakau kompak meminta Presiden Joko Widodo untuk melindungi pertanian dan industri berbasis tembakau
Penulis: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Petani tembakau dan buruh industri tembakau kompak meminta Presiden Joko Widodo untuk melindungi pertanian dan industri berbasis tembakau. Mereka menilai, sepanjang pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), petani dan buruh industri tembakau merasa terpinggirkan karena tidak mendapatkan perlindungan yang memadai dari pemerintah.
Para petani tembakau menilai, salah satu program prioritas pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (Jokowi-JK) sebagaimana tertuang dalam sembilan program prioritas “Nawa Cita” adalah mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.
Disinilah Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) memandang sektor pertanian tembakau adalah salah satu komoditas unggulan pertanian di Indonesia yang keberadaannya saat ini justru didiskriminasi sepanjang pemerintahan SBY.
“Kami berharap Jokowi-JK konsisten dengan program Nawa Cita yang ia usung dengan melindungi keberlangsungan pertanian tembakau dan industri nasional hasil tembakau. Pasalnya, sektor ini telah menyumbang 60 juta tenaga kerja dan cukai rokok yang disetorkan ke negara tiap tahun sekitar Rp 100 triliun,” ucap Nurtantio Wisnu Brata, Ketua DPP APTI, dalam keterangan pers,Senin (20/10/2014).
Seperti diberitakan sebelumnya, kelompok anti tembakau mendesak Jokowi untuk mendukung aksesi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Menanggapi desakan itu, Nurtantio meminta Jokowi menolak isi FCTC. Menurut Nurtantio, Pasal 17 dan Pasal 26 Ayat 3 di dalam FCTC mengatur diversifikasi tanaman tembakau ke tanaman lain. Hal ini jelas bahwa FCTC sengaja mematikan kehidupan petani tembakau.
Padahal, jelas Nurtantio, keberadaan UU 19/2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani memberikan kebebasan kepada petani untuk menanam tanaman yang dianggap baik.
“Kami berharap Jokowi menjadikan UU 19/2013 sebagai payung hukum untuk melindungi petani bebas menanam tanaman yang dianggap menguntungkan sebagai wujud pemihakan petani tembakau daripada membela kepentingan asing yang berbalut isu kesehatan,” ucapnya.
Harapan lain, Jokowi harus memberikan perhatian yang lebih terhadap pengembangan SDM dan teknologi pertanian agar dapat meningkatkan produktivitas dan mutu produk pertanian tembakau yang tergolong masih rendah.
Menurut Nurtantio, teknolongi pertanian dapat meningkatkan produktivitas pertanian tembakau sehingga bisa meningkatkan produksi secara total. Saat ini, teknologi pertanian Indonesia tertinggal dibandingkan negara-negara di kawasan yang dapat dilihat dari rendahnya produktivitas tembakau.
Salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas tanaman tembakau, Jokowi harus menghidupkan kembali fungsi dan peran Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat (Balittas) yang telah dihapus keberadaannya oleh Kementerian Pertanian RI.
APTI juga berharap pemerintahan Jokowi mampu mewujudkan mandat UU Perkebunan yang belum lama disahkan DPR.
Menurutnya, di dalam UU itu, diatur mengenai perencanaan, penggunaan lahan, perbenihan, budi daya tanaman perkebunan, usaha perkebunan, pengolahan dan pemasaran, penelitian dan pengembangan, sistem data dan informasi, pengembangan SDM, dan pembinaan dan pengawasan.
“Pertanian tembakau sebagai salah satu sektor pertanian unggulan harus menjadi prioritas dan perhatian utama,” ujarnya.
Senada dengan Wisnu, Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Mukhyir Hasan Hasibuan miminta agar pemerintah tidak menelurkan kebijakan pro asing yang merugikan industri. "Buruh sangat rentan menjadi korban lantaran penurunan kesejahteraan akibat berbagai regulasi yang memberatkan industri," ujar Mukhyir.
Ia menegaskan, problem yang bakal muncul di tenaga kerja akibat regulasi yang tidak berpihak pada industri, mulai dari pemutusan hubungan kerja (PHK) hingga penutupan pabrik. Kalau sampai terjadi penutupan pabrik, tentu PHK besar-besaran tidak bisa dielakkan.
"Tidak harus mengacu kepada peraturan internasional seperti halnya FCTC. Indonesia telah memiliki berbagai aturan yang mengatur industri hasil tembakau (UU NMo 11 tahun 1995), UU No 26 tahun 2009, PP No 109 Tahun 2012," kata Mukhyir.
Salah satu yang memberatkan jika produk tembakau dibatasi yakni tanaman cengkeh khas Indonesia akan tergusur. Rokok kretek merupakan produk budaya asli bangsa Indonesia yang menggunakan bahan tambahan cengkeh akan musnah.
"Petani cengkeh dan pekerja rokok kretek akan menjadi korban. Indonesia tidak sama dengan negara lainnya dalam hal skala, kontribusi dan permasalahan tembakau lainnya," pungkasnya.