Petani Karet 'Menjerit'
Harga karet ditingkat petani semakin terpuruk. Kondisi ini tidak lain dipengaruhi oleh anjloknya harga karet
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Harga karet ditingkat petani semakin terpuruk. Kondisi ini tidak lain dipengaruhi oleh anjloknya harga karet di pasar internasional. Di beberapa sentra produksi karet, harga jual dari petani hanya Rp 4.000 per kilogram (kg). Bandingkan dengan awal tahun yang sempat menyentuh Rp 15.000 per kg.
Lukman Zakaria, Ketua Umum Asosiasi Petani Karet Indonesia (Apkarindo) mengatakan, harga jual karet yang terbentuk saat ini sudah sangat tidak ideal bagi petani. "Saat ini 3 kg (karet) baru mendapat 1 kg beras," kata Lukman, Selasa (21/10/2014).
Semakin rendahnya harga karet ini membuat buruh penyadap karet merubah haluan. Meski tidak merinci, menurut Lukman telah banyak penyadap karet yang meninggalkan matapencaharian menjadi buruh bangunan atau bekerja serabutan. Namun, bagi buruh sadap yang masih bertahan mereka akan lebih mempersering waktu sadap.
Lukman bilang, bila saat harga normal petani karet melakukan sadap pohon sekali dalam sehari, namun dengan rendahnya harga tersebut mereka akan menyadap hingga dua kali dalam sehari. "Harga anjlok, secara kuantitas meningkat mengejar pendapatan," kata Lukman.
Melihat kondisi ini, Lukman mengaku tidak dapat berbuat banyak. Pasalnya, selama ini pemerintah tidak memberikan insenti kepada para petani ketika harga karet terjerembab. Hal tersebut bertolak belakang dengan kondisi di negara produsen karet lain seperti Thailand.
Komoditas karet yang ditanam di dalam negeri mayoritas atau lebih dari 80% dimiliki petani rakyat. Sudah sewajarnya, pemerintah berperan aktif menjaga kemakmurannya. Padahal, devisa yang didapat dari ekspor karet ini cukup besar yakni mencapai Rp 100 triliun. (Handoyo)