TDL Naik lagi, Industri Minta Energi Alternatif
Terhitung mulai 1 November lalu, tarif dasar listrik (TDL) sektor industri kembali naik.
Editor: Budi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM.JAKARTA- Terhitung mulai 1 November lalu, tarif dasar listrik (TDL) sektor industri kembali naik. Kenaikan tarif listrik ini merupakan yang keempat kali sepanjang tahun 2014. Tak pelak, kenaikan tarif TDL memicu kenaikan biaya produksi industri.
Harjanto, Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur Kementerian Perindustrian bilang, kenaikan TDL kali ini merupakan lanjutan dari kenaikan tarif TDL terdahulu, yang telah ditetapkan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Kami sebenarnya juga tidak berharap kenaikan TDL ini, tetapi ini sudah diputuskan sejak lama," kata Harjanto Selasa (4/11). Kenaikan TDL ini dilakukan pemerintah untuk mempertahankan keberlangsungan bisnis PLN dalam menyediakan listrik.
Untuk menaikkan TDL untuk industri ini, pemerintah memilih untuk memberlakukan kenaikan secara bertahap. Kenaikan tarif berlaku dua bulan sekali yang terjadi di bulan Mei, Juli, September dan November 2014.
Jika dihitung dari awal tahun, kenaikan TDL sampai November sudah naik 34%-64%, tergantung jenis dan klasifikasi dari industri penggunanya. Kenaikan TDL bertahap ini dilakukan setelah ada permintaan dari PLN.
Akibat kebijakan ini, beberapa sektor industri memastikan diri terkena dampak negatifnya. Mereka adalah: sektor tekstil, petrokimia, baja, semen, keramik dan banyak lagi. “Kenaikan TDL ini akan disusul kenaikan biaya produksi,” jelas Ade Sudrajat Usman, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API).
Hal serupa juga disampaikan Budi Susanto Sadiman, Wakil Ketua Umum Industri Aromatik, Olefin dan Plastik Indonesia (Inaplas). Ia bilang, listrik merupakan bagian penting proses produksi. "Jika tarif TDL naik, produk kami semakin tidak kompetitif menghadapi masyarakat ekonomi Asean 2015," jelas dia.
Adapun untuk sektor hulu industri ini sebenarnya tidak terpengaruh kebijakan kenaikan TDL, karena beban produksi dari listrik hanya 0,3%. Namun sebaliknya, di bagian hilir industri ini harus mengalokasikan 15% biaya produksi dari listrik.
Budi berharap, kenaikan TDL diiringi kenaikan layanan dan peningkatan kualitas pasokan listriknya. Selain itu, Budi juga meminta pemerintah dan PLN untuk membangun energi alternatif untuk industri. "Energi alternatif ini harus segera dikembangkan, bukan sekedar wacana saja. Persiapkan dari sekarang agar lima tahun lagi Indonesia sudah memiliki pasokan listrik alternatif," kata Budi.
Kondisi serupa juga menerpa industri sarung tangan kulit. Sektor industri ini terancam mengalami penurunan daya saing di pasar ekspor karena harus menaikkan harga akibat kenaikan TDL. Sebab, 16% beban produksi sarung tangan karet ini berasal dari energi (gas dan listrik). (KONTAN/ Benediktus Krisna Yogatama ) (baca juga : Arief Budimanta Klaim Jokowi-JK Bisa Turunkan TDL)