Kasus IM2 Jadi 'PR' Pemerintah
Pelaku industri Information and Communication Technology (ICT) di Indonesia melalui 2014 dengan berbagai catatan.
Penulis: Adiatmaputra Fajar Pratama
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pelaku industri Information and Communication Technology (ICT) di Indonesia melalui 2014 dengan berbagai catatan. Yang paling fenomenal terkait gegap gempita Pemilu dan Pilpres 2014 dari April hingga Oktober dimana aksi kampanye sangat marak juga dilakukan di dunia maya khususnya melalui jaringan media sosial.
Sayangnya di tengah semakin maraknya masyarakat mengenal transaksi melalui online atau e-commerce, penghujung tahun 2014 sedikit ternoda di sektor regulasi.
“Ini menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah yang harus segera dibenahi," ujar Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), Sammy Pangerapan, Senin (5/1/2015).
Meski demikian, ada yang tak boleh dilupakan bahwa di penghujung tahun 2014 sejumlah operator berlomba meluncurkan akses 4G LTE kepada pelanggannya. Tercatat, ada Indosat, Telkomsel, dan XL yang sudah memulai layanan komersial 4G LTE. Layanan ini semakin disempurnakan di awal 2015.
Berkaca dari berbagai peristiwa yang mewarnai sepanjang 2014, Sammy berharap agar pemerintahan Presiden Joko Widodo memberikan perhatian lebih kepada industri ICT. Aturan penyelenggaraan jasa internet dan operator telekomunikasi lebih dipertegas sehingga tidak ada lagi yang salah menafsirkan.
Regulasi di industri ICT ini menjadi PR bagi pemerintah yang harus segera diselesaikan. Misalnya, aturan antara penyelenggara jasa jaringan dan operator jaringan, aturan terkait layanan komersial jaringan 4G LTE, aturan terkait merger antar operator yang hingga sekarang belum jelas, dan aturan lainnya.
“Ini penting agar tidak ada lagi aparat penegak hukum yang salah mengartikan sebuah aturan main,” papar Sammy.
Sammy merujuk kasus IM2 yang membuat iklim investasi dan usaha di Indonesia menjadi tidak kondusif serta menjadi ancaman akan keberlangsungan layanan internet di Indonesia. Bayangkan saja ada 200-an bos internet service provider (ISP) yang memakai mekanisme bisnis yang sama dengan IM2 terancam masuk penjara.
Bahkan jika para operator ISP itu menghentikan layanan internet akan mengakibatkan kerugian yang tidak sedikit. Dalam satu jam, dari catatan APJII potensi kerugian jika Internet mati bisa mencapai Rp 767,5 miliar atau Rp 4,6 triliun per hari. “Itu tidak boleh terjadi lagi,” tegasnya.
Di sisi lain, Sammy memberi catatan khusus bahwa pengguna internet di tahun 2015 lebih mementingkan kualitas dan keamanan jaringan internet. Apalagi, saat ini sudah ada aplikasi yang mampu memverifikasi benar atau tidaknya sebuah website, email atau akun lainnya. “Jadi mereka menginginkan layanan internet bukan sekedar akses saja, tapi lebih dari itu. Jaringan internet harus lebih berkualitas dan secure,” ujarnya.