Keuntungan Menjanjikan dari Bisnis Tutup Botol
Bagi beberapa produk, kemasan punya peran mempengaruhi tinggi rendahnya penjualan
Editor: Hendra Gunawan
Tempat usaha tidak usah terlalu luas. Pasalnya, mesin yang digunakan juga sederhana. Nakita Adkom menggunakan mesin press dengan ukuran 10 ton. Mesin ini bisa diimpor dari China. Harga belinya sekitar Rp 40 juta per unit.
Kegiatan produksi tutup botol juga membutuhkan cetakan. Tiap model tutup botol butuh cetakan tersendiri. Sehingga semakin banyak jenis tutup botol yang dibuat, semakin tinggi investasi yang harus ditanggung. Untuk cetakan tutup botol jenis mahkota, harga belinya di atas Rp 20 juta.
Menurut perkiraan Komaruddin, modal untuk merintis usaha pembuatan tutup botol sebesar Rp 100 juta. “Modal itu belum mencakup bahan baku untuk produksi tutup botol,” tandas dia.
Bahan baku utama untuk membuat tutup botol ialah tin plate. Komaruddin menjelaskan, satu lembar tin plate berukuran setengah meter persegi bisa digunakan untuk membuat 500 pieces tutup botol.
Supaya penggunaan bahan baku lebih efektif, produsen juga harus pandai untuk mengatur pola. Tujuannya, agar tak banyak bahan baku yang akan terbuang.
Ia membeli tin plate seharga US$ 1 per kilogram atau sekitar Rp 11.000–Rp 12.000 per kilogram. Untuk membuat satu buah tutup botol, waktu yang dibutuhkan hanya 1,12 detik.
Komaruddin bilang, tin plate bisa diimpor dari China. Akan tetapi, prosedurnya cukup menyusahkan. Apalagi untuk pengusaha kecil. Untuk itu, ia membeli tin plate dari pabrik besar seperti Ancol Terang. “Harganya lebih mahal 30% dari tin plate impor tapi lebih cepat dan tidak ribet,” tegasnya.
Kendala yang patut diwaspadai
Walaupun kegiatan produksi tutup botol terbilang sederhana, bukan berarti tidak ada kendala dalam usaha tersebut. Komaruddin Aden, pemilik PT Nakita Adcom, menyebutkan, beberapa kendala yang harus diwaspadai oleh mereka yang ingin memproduksi tutup botol.
Kendala itu, menurut Komaruddin menyebabkan banyak produsen tutup botol yang akhirnya beralih menjadi distributor atau pemasok saja. Kendala pertama yang disebut Komaruddin adalah memasarkan tutup botol hasil produksi. Kegiatan pemasaran tidak mudah karena produsen tutup botol harus berhadapan dengan distributor yang membeli dari pabrik besar.
Menurut pengamatan Komaruddin, teknik pemasaran tutup botol memang bisa dijalankan lewat distributor. Namun, akan lebih baik jika langsung menjalin relasi dengan konsumen produsen makanan dan minuman. Bahkan, lebih baik lagi jika tutup botol dipasarkan di swalayan sehingga bisa langsung sampai pada end user.
Hanya, yang perlu diingat, pemasaran lewat swalayan hanya bisa terjadi jika masyarakat sudah akrab dengan gaya hidup memproduksi makanan atau minuman secara mandiri. Dengan kata lain, masyarakat tak lagi mengandalkan produk pabrikan untuk konsumsi. “Modal untuk pemasaran itu yang paling besar dalam modal ini karena kami juga harus mendukung masyarakat dari segi gaya hidup dan jiwa wirausaha,” ujarnya.
Kendala kedua ada pada kebutuhan raw material. Para pengusaha kecil terbatas pada ijin impor bahan baku tin plate. “Harga beli bahan baku ini sebenarnya murah dan sudah termasuk ongkos kirim, tapi kami dibatasi perizinan,” keluhnya. Sebagai opsi, pengusaha bisa membeli dari pabrik besar, seperti Ancol Terang yang juga merupakan produsen tutup botol. (Marantina/Pradita Devis Dukarno)