Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Kasus Pilot AirAsia QZ7510, BNN: Tes Urine Tidak Bisa Jadi Acuan

BNN meminta semua pihak tidak mengambil keputusan terlalu cepat terkait seseorang yang diindikasikan terlibat penyalahgunaan narkoba.

Editor: Sanusi
zoom-in Kasus Pilot AirAsia QZ7510, BNN: Tes Urine Tidak Bisa Jadi Acuan
Tribunnnews.com/Nurmulia Rekso Purnomo
Konferensi Pers Badan Narkotika Nasional (BNN), Kementerian Perhubungan dan AirAsia, di kantor BNN, Cawang, Jakarta Timur, Senin (26/1/2015). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sumirat Dwiyanto, Kepala sub Bagian (Kasubag) Humas Badan Narkotika Nasional (BNN) meminta semua pihak tidak mengambil keputusan terlalu cepat terkait seseorang yang diindikasikan terlibat penyalahgunaan narkoba.

Pasalnya, hasil tes urine yang menunjukkan kandungan narkoba, belum bisa membuktikan penyalahgunaan narkoba oleh seseorang dan harus ada pemeriksaan lanjutan.

Sumirat mengatakan, kasus Pilot AirAsia Indonesia bernomor penerbangan QZ7510 dari Bandara Soekarno-Hatta ke Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, bisa menjadi pembelajaran buat semua.

Seperti yang diberitakan sebelumnya, kapten FI menjalani tes urine pada 1 Januari lalu, dan dalam urinenya terdapat kandungan morphin. Kementerian Perhubungan pun menyebarkan informasi tersebut.

"Yang namanya pemeriksaan urine, tidak bisa langsung. Setiap ada kasus, pasti semua orang nanya hari itu juga. Mungkin tanpa sadar (orang yang tidak kompeten) bisa ngomong, sehingga keluarlah hal-hal yang demikian ini," katanya kepada wartawan di kantor BNN, Cawang, Jakarta Pusat, Senin (26/1/2015).

Sumirat menuturkan, hasil test urine tidak bisa langsung dijadikan dasar untuk menyimpulkan pemakaian narkoba dan harus ada test lanjutan untuk memeriksa keterlibatan seseorang.

"Tes di lapangan itu bukan yang positif sebenarnya, harus ada tes lanjutan, karena ini menentukan nasib orang, terkait ancaman hukuman," katanya.

Berita Rekomendasi

FI belakangan diketahui sempat dirawat pada 26 Desember 2014, karena Typhoid Fever alias Typhus, dan kandungan morfin yang ada di urine sang pilot pun diduga didapat dari obat-obatan yang dikonsumsi. Hal itu baru terklarifikasi pada 9 Januari lalu, namun sebelumnya Kementerian Perhubungan sudah terlanjur menyebarkan informasi soal penggunaan narkoba.

Kepala Balai Kesehatan Penerbangan, Kementerian Perhubungan, Avirianto, dalam kesempatan yang sama mengatakan bahwa untuk pengobatan Typhoid memang pasien harus mengonsumsi obat-obatan agar tenang sehingga bisa beristirahat. "Dan di obat-obatan itu ada zat penenangnya, morfin," ujarnya.

Sebelumnya, isu tersebut dilontarkan oleh staf khusus Menteri Perhubungan Hadi M Djuraid pada 1 Januari 2015.

"Temuan tersebut diperoleh setelah pemeriksaan urine yang dilakukan tim Balai Kesehatan Penerbangan dan Tim Direktorat Kelaikan Kelaikan dan Pengoperasian Pesawat Udara Kemenhub, di Bandara Ngurah Rai pagi tadi, Kamis 1 Januari 2015," ujar Staf Khusus Menteri Perhubungan Hadi M Djuraid.

Lebih lanjut kata dia, pemeriksaan tersebut dilakukan sesaat setelah yang pesawat mendarat pukul 08.50 WIT. Menurut Hadi, semula pilot tersebut akan kembali terbang ke Jakarta pada pukul 09.20 dengan penerbangan QZ7511.

Seiring dengan temuan tersebut, pilot tersebut dilarang terbang dan akan menjalani pemeriksaan lebih lanjut di Balai Kesehatan Penerbangan Kemenhub di Jakarta.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas