Proyek Pelabuhan Cilamaya Bakal Rugikan Nelayan
Rencana pembangunan Pelabuhan Cilamaya masih kontroversial. Selain dinilai sarat kepentingan Jepang, proyek ini juga menyimpan masalah
Penulis: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rencana pembangunan Pelabuhan Cilamaya masih kontroversial. Selain dinilai sarat kepentingan Jepang, proyek ini juga menyimpan segudang masalah. Tidak hanya Amdal proyek yang tidak beres, namun juga banyaknya penolakan dari berbagai kalangan masyarakat mulai dari nelayan, petani.
Dari kalangan praktisi penolakan juga datang dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), pengamat energi, pakar geologi, Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) Indonesia, Urban Poor Consorcium (UPC).
Ketua Dewan Pengawas Koperasi Unit Desa (KUD) Mina Fajar Sidik, misalnya, dengan tegas menolak rencana tersebut. Menurutnya, jika Pelabuhan Cilamaya dibangun, sudah dipastikan area tangkapan ikan nelayan terancam hilang.
"Ini dampak arus lintas kapal-kapal besar bermuatan barang industri otomotif yang dipastikan hilir-mudik di laut Pantura Jawa Barat," ujarnya.
Ketua Kelompok Kerja Masyarakat Pesisir (KKMP) Karawang Ijang. Menurutnya, pemerintah harus mengerti keadaan masyarakat. Di Karawang, lanjutnya, terdapat 12 ribu nelayan, 12 pelabuhan perikanan.
"Kalau pelabuhan internasional dibangun, semuanya mati. Kalau lahannya diganggu, bagaimana nasib kami? Otomatis masyarakat nelayan menganggur. Kami nelayan, mau dijadikan kuli angkut pelabuhan Jepang?," katanya.
Sementara itu, Pengamat energi dari ReforMiner Institute, Pri Agung menilai produksi minyak dan gas (migas) Blok Offshore Northwest Java (ONWJ) tidak boleh ditutup dengan rencana pembanguna Pelabuhan Cilamaya, karena akan mengganggu ketahanan energi nasional.
Apalagi, hanya demi membangun Pelabuhan Cilamaya, yang notabene untuk melayani perusahaan otomotif yang juga sebagai pengkonsumsi terbesar BBM bersubsidi.
Sementara, Ketua Ikatan Umum Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Rovicky Dwi Putrohari mengatakan pembangunan pelabuhan di Cimalaya baru boleh dilakukan setelah cadangan migas di wilayah itu habis.
"Untuk menghabiskan cadangan migas tersebut tidak perlu waktu lama. Setelah cadangan migasnya habis, baru dapat dibangun pelabuhan yang bisa dimanfaatkan selamanya," kata Rovicky.
Kini, publik tinggal menunggu Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengambil keputusan yang bijak.