Sutadi Sudah Hobi Ternak Ikan Sejak Jadi PNS
Ketertarikan Sutadi pada sektor perikanan dan perkebunan sudah tumbuh sejak kecil.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM -- Ketertarikan Sutadi pada sektor perikanan dan perkebunan sudah tumbuh sejak kecil. Dulu dia pernah menanam sebanyak 100 pohon mangga di halaman rumahnya. Setelah panen, semua buah mangga dia berikan cuma-cuma kepada para tetangga.
Meskipun sudah menjabat sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), dia tetap menjalankan hobinya berkebun. Pada tahun 1995 silam, Sutadi berniat membeli tanah yang lokasinya jauh dari pemukiman dan pusat kota. Banyak orang beranggapan, membeli tanah di tempat itu tidak menguntungkan.
Dia bercerita, sempat dianggap tidak waras oleh teman-temannya kerjanya karena membeli tanah di tengah hutan. Dia tertarik membeli lahan itu karena harganya yang murah. "Bayangkan saja, waktu itu saya beli tanah satu hektare (ha) hanya Rp 12 juta," kenangnya.
Sutadi ssudah memiliki niat untuk berbudidaya ikan di atas lahan itu. Dia sudah membuat perhitungan bahwa pembudidaya ikan minimal harus mempunya lahan seluas 1 ha. Tanah seluas itu bisa dibuat minimal lima kolam.
Dari situ, Sutadi mulai menjalankan budidaya ikan patin. Dia memilih jenis ikan ini karena di Kalimantan Selatan permintaannya cukup tinggi untuk konsumsi. Kegiatan ini dia lakukan sebagai pekerjaaan sampingan setelah pulang bekerja sebagai PNS. "Karena saya suka, jadi mengerjakan dua pekerjaan bukan menjadi suatu beban," kata pria berusia 60 tahun ini.
Bahkan agar bisa fokus menjadi pembudidaya ikan patin, Sutadi pernah mengajukan pensiun dini di tahun 2010 namun ditolak. Akhirnya di 2013 dia bisa memasuki masa pensiun dan mulai menjalankan usahanya secara penuh.
Menurutnya, sebuah bisnis itu sebaiknya dijalankan seiringan selagi masih memiliki pendapatan rutin tiap bulan. Sehingga setelah pensiun tinggal meneruskan dan bisa fokus membesarkan usaha.
Sejak tahun 2000, dia merasa tidak banyak menghasilkan keuntungan secara maksimal. Pengeluaran untuk membeli pakan sangat menguras modal dan keuntungan dari menjual hasil panen ikan.
Karena itulah dia akhirnya nekat untuk membuat pakan sendiri di tahun 2012. Sutadi membuat mesin penggiling ikan asin yang dicampur dengan dedak. Pengetahuan membuat mesin pakan dia dapatkan ketika menghadiri pameran teknologi pertanian di Mataram, NTB. "Butuh waktu hingga tiga bulan untuk bereksperimen membuat mesin penggiling dan pengaduk pakan," kata dia.
Bahan baku ikan asin yang tidak layak konsumsi manusia dia ambil dari para penjual ikan asin di pasar tradisional di beberapa daerah seperti Batulicin, Kotabaru, dan Kabupaten Tanah Laut.
Dalam pembuatan pakan ikan ini, Sutadi hanya dibantu oleh tiga orang karyawan. Caranya cukup mudah, ikan asin digiling rata dan kemudian dicampur dengan dedak dan bungkil kelapa. Namun, perlu diperhatikan kandungan protein harus disesuaikan dengan umur dan kebutuhan ikan. (Rani Nossar)