Peneliti Kadin: Proyek Cilamaya Disinyalir Keinginan Jepang
Ina Primiana, menilai munculnya rencana pembanguan Pelabuhan Cilamaya merupakan inisiatif perusahaan Jepang.
Penulis: Sanusi
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti dari Lembaga Pengkajian, Penelitian, dan Pengembangan Ekonomi (LP3E) Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Ina Primiana, menilai munculnya rencana pembanguan Pelabuhan Cilamaya merupakan inisiatif perusahaan Jepang karena pemerintah tidak siap membangun infrastruktur.
"Dunia usaha menganggap tidak ada solusi yang ditawarkan, sehingga berinisiatif bangun Cilamaya. Jadi, ketika Jepang ingin bangun di sana, karena mereka merasa tidak ada solusi yang ditawarkan pemerintah sampai saat ini," kata Ina, Kamis (5/3/2015).
Akibatnya, pelaku industri berpikir kawasan industri harus ditopang oleh pelabuhan.
"Tanpa kajian, mereka bilang, kayanya kita butuh pelabuhan deh. Dan dunia usaha menginginkan keberlanjutan usahanya," kata Ina.
Menurutnya, pemerintah dan semua pihak harus mengkaji ulang rencana pembanguan Cilamaya, termasuk soal
pergeseran beberapa kilometer dari posisi semula ke arah barat agar tidak mengorbankan pipa minyak dan gas yang lebih dulu ada.
"Rencana pergesaran 2,9 kilometer itu harus dibicarakan bersama-sama, tanpa korbankan pipa-pipa migas yang
layani masyarakat dan lahan pertanian," katanya.
Ina menegaskan, kisruh rencana pembanguan Cilamaya harus menjadi pelajaran bagi kementerian dan lembaga terkait di masa mendatang sebelum merumuskan satu recana agar tidak terjadi konflik seperti saat ini.
"Harusnya mengkaji lebih dulu secara horizontal. Kalau saya lihat, perlu dikaji ulang dan duduk bersama, selama ini memang komunikasinya kurang," kata Ina.
Sementara Communication and Relations Manager Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ), Dona M Priadi, mempertanyakan pernyataan Direktur Pelabuhan dan Pengerukan Direktorat Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, Adolf Richard Tambunan, yang mengatakan Pelabuhan Cilamaya bisa dibangun sesuai hasil kajian tiga konsultan independen.
"Kami tidak pernah setujui hasil kajian konsultan. Kami sudah sampaikan sanggahan di kantor Kemenko. Pergeseran 3 kilometer itu tetap di tengah-tengah wilayah operasi ONWJ. Konsultan itu juga tidak independen, karena dibiayai JICA (Japan International Cooperation Agency)," kata Dona.