Antisipasi MEA, Tenaga Kerja Asing Tak Boleh Kerja di BPR
Sekjen iPro BPR Hiras Tobing menjelaskan, peningkatan kualitas dan profesionalisme SDM BPR saat ini sangat dibutuhkan.
Penulis: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menjelang diberlakukannya masyarakat ekonomi ASEAN (MEA), tenaga kerja asing akan semakin membanjir ke dalam negeri.
Salah satu yang bakal terkena dampak adalah tenaga kerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang diperkirakan mencapai 1.400 unit di seluruh Indonesia.
Untuk itu, Ikatan Profesioal (iPro) BPR mendesak adanya larangan terhadap tenaga kerja asing untuk bekerja di BPR lokal.
Demikian desakan Ikatan Profesioal (iPro BPR) dalam seminar bersama Akademi Perbankan-Yayasan Universitas Kristen Indonesia (AP-YUKI) dengan tema
Meneropong Kesiapan SDM BPR dalam Menghadapi MEA di Jakarta, Jumat (10/4/2015).
Hadir juga dalam seminar tersebut Rektor UKI Maruarar Siahaan, Sekretaris Jenderal Kementerian Tenaga Kerja Abdul Wahab Bangkona, perwakilan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan utusan BPR se-Indonesia.
Ketua Umum iPro BPR Made Arya Amitaba mengakui bahwa kualitas dan profesionalisme SDM BPR di dalam negeri harus ditingkatkan sehingga mempunyai daya saing dan kompetensi. Di sisi lain, perlindungan juga harus dilakukan untuk mempersiapkan SDM BPR lokal dengan melarang tenaga kerja asing bekerja di BPR dalam negeri.
“Perlu kebijakan dari pemerintah untuk melarang tenaga kerja asing bekerja di BPR dalam negeri. Sejalan dengan itu diperlukan peningkatan kualitas dan profesionalisme,” kata Made Arya.
Sekjen iPro BPR Hiras Tobing menjelaskan, peningkatan kualitas dan profesionalisme SDM BPR saat ini sangat dibutuhkan mengingat kompetensi tenaga kerja Indonesia yang sangat minim dan kebijakan ekonomi yang cenderung liberal. Untuk jangka pendek, perlu dicegah arus tenaga kerja asing, khususnya dari ASEAN, seiring dengan pemberlakuan MEA.
Sementara itu, Abdul Wahab peningkatan kompetensi SDM BPR seiring dengan apa yang digariskan dalam Peraturan Presiden (Perpres) 8/2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI). Hal itu bisa dimulai dengan menyiapkan sertifikasi yang didukung regulasi dan sistem yang bagus.
Para profesional dan pelaku bisnis BPR sangat diharapkan perannya dan memberi masukan untuk menyiapkan sertifikasi tersebut.
“Kami tantang para pelaku bisnis BPR dan kalangan profesional untuk memberikan masukan sehingga bersama-sama pemerintah dalam menyusun sertifikasi tenaga kerja BPR tersebut,” katanya.
Dia juga berharap perlunya dukungan pemerintah daerah dalam menunjang kesiapan SDM BPR melalui kebijakan yang tepat. Salah satunya bisa melakukan kolaborasi dengan keberadaan balai latihan kerja (BLK) milik pemerintah yang tersebar di seluruh Indonesia.
Guru besar Universitas Kristen Indonesia (UKI) WB Simanjuntak menegaskan perlunya pembenahan dan redesain pendidikan yang siap pakai (link and match) sehingga tercipta daya saing dan kompetensi tenaga kerja yang baik. Untuk itu, dunia bisnis dan pendidikan harus saling bersinergi dalam mendorong kompetensi tersebut.
Sedangkan Direktur AP-YUKI Binsar H Pane menegaskan, dalam mendorong peningkatan kompetensi tersebut maka pihaknya saat ini mempunyai program khusus dan mata kuliah terkait peningkatan SDM di BPR. “Sekalipun belum ada sertifikasinya, kami memberikan bekal kepada para mahasiswa untuk siap menjadi SDM yang handal dalam dunia kerja BPR,” katanya.