Fraksi PKB Sayangkan BUMN Masih Banyak Dikuasai Asing
Untuk itu diperlukan landasan hukum yang kuat untuk mengokohkan posisi BUMN
Penulis: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Fraksi PKB menilai BUMN saat ini masih buruk. Baik dari kinerja keuangan, masih ada korupsi, dan adanya ancaman kepailitan. FPKB menawarkan BUMN menjadi agen pembangunan agar menjadi lokomotif perekonomian nasional.
Untuk itu diperlukan landasan hukum yang kuat untuk mengokohkan posisi BUMN, dan fungsi pengawasan DPR RI harus ditingkatkan, agar sejalan dengan Pasal 33 UUD NRI 1945.
Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) DPR RI menggelar diskusi publik ‘Meneguhkan peran BUMN sebagai agen pembangunan’ di Gedung DPR RI Jakarta, Kamis (23/4/2015).
Dalam acara yang dibuka oleh Sekretaris FPKB DPR RI H. Jazilul Fawaid ini hadir sebagai pembicara adalah Ketua Kapoksi VI FPKB DPR Neng Eem Marhamah, anggota Komisi VI FPKB DPR RI HM. Nasim Kan dan Siti Mukarromah, Direktur INDEF Ahmad Erani Yustika, dan Direktur Perusahaan Gas Negara (PGN) M Wahid Sutopo.
“Penguatan legislasi diperlukan perubahan terkait dengan permasalahan-permasalahan BUMN. Seperti status BUMN, pemnglolaan BUMN maupun non BUMN dan Perusahaan Negara sudah saatnya dilakukan satu institusi untuk efisiensi, efektifitas, dan pengawasan. Juga definisi dan kategori BUMN harus diperjelas serta prasyarat privatisisasi dan ststus BUMN itu harus diperjelas,” ujar Neng Eem.
Siti Mukarromah mengingatkan jika mandat rakyat itu menjadi tulang-punggung kesejahteraan rakyat dan itu ada di BUMN, agar sejalan dengan Pasal 33 UU NRI 1945 adalah untuk kesejahteraan rakyat.
Karena itu, eksplorasi kekayaan alam ini bukan saja untuk eksplorasi, melainkan harus memberikan manfaat dan kesejahteraan.
“Sayang BUMN kini masih banyak yang dikuasai asing. Bahkan Pemda tidak berani menyentuh asing. Seperti Bandara Timika, Papua. Jadi, jangan sampai kita menjadi bumerang dan terjajah yang ke sekian kalinya,” ujarnya.
Ahmad Erani Yustika menegaskan jika regulasi BUMN ini bertentangan dengan konstitusi, maka harus dibatalkan. Sebab, terbukti terjadi potret buram dalam tata kelola perekonomian nasional melalui BUMN.
Misalnya BUMN yang menjadi kepemilikan; 1. Perbankan 50,6 %, 2. Pertambangan 70%, 3. Tembaga 85 %, 4. Indosat 65 %, 5. Asista 66,5 %, 6. Kelapa Sawit 40 %.
Sedangkan untuk sektor yang akan dibuka untuk umum termasuk asing adalah 1. Pelabuhan 49 %, 2. Operator Bandara 100 %, 3. Jasa Kebandaraan 49 %, dan 4. Periklanan 53 %.
“Jadi, kalau ada regulasi BUMN yang bertentangan dengan konstitusi, maka harus dibatalkan,” katanya.