Kurtubi: Harga Jual BBM Saat Ini untuk Akali Keputusan MK
Kurtubi mengatakan seyogyanya harga BBM Pertamina tidak hanya didasarkan pada harga MOPS yang berbasis di Singapura
Penulis: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VII dari Fraksi Partai Nasdem, Kurtubi mengatakan seyogyanya harga BBM Pertamina tidak hanya didasarkan pada harga MOPS yang berbasis di Singapura, tapi harus merupakan harga rata-rata dari harga MOPS dan harga biaya produksi BBM dalam negeri.
Harga saat ini menurutnya harga akal-akalan pemerintah untuk mensiasati keputusan Mahkamah Konstitusi yang melarang pemerintah untuk mengikuti total harga pasar.
Penetapan harga jual BBM di pom bensin memang tidak sepenuhnya mengikuti harga pasar, karena kalau mengikuti harga pasar pastinya harga bisa setiap saat berubah-ubah. Harga yang ditetapkan pemerintah ini berdasarkan harga beli BBM di pasar Singapura yang dikenal dengan istilah MOPS.
"Ini salah karena tidak semuanya BBM dibeli dari luar Singapura karena ada juga BBM hasil produksi dalam negeri yang harganya seharusnya ditetapkan berdasarkan harga produksinya. Jadi seharusnya harga jual BBM itu merupakan harga rata-rata dari harga MOPS dan harga produksi BBM dalam negeri,” ujar Kurtubi dalam diskusi “Pembubaran Petral” di pressroom DPR, Jakarta, Kamis (21/5/2015).
Penetapan harga jual berdasarkan MOPS menurut Kurtubi dilakukan karena konsumsi BBM di dalam negeri lebih banyak dibeli dari import BBM.
Menurutnya, pemerintah ini terpaksa juga mengikuti harga MOPS karena konsumsi BBM itu saat ini lebih banyak dari pembelian bukan hasil produksi kita sendiri. Tapi meskipun demikian seharusnya harga BBM dalam negeri dihitung juga.
Misalnya konsumsi BBM 60 persen import and 40 persen dari produksi, maka harga import dikalikan dengan jumlah import ditambah dengan harga produksi BBM dalam negeri dibagi dua, baru didapatkan harga yang adil buat masyarakat.
Untuk menetapkan harga rata-rata itu, pemerintah menurutnya harus memiliki data yang akurat. Kalau tidak maka penetapan harga berdasarkan MOPS adalah langkah yang menggampangkan.
”Jadi pemerintah tidak memiliki data yang akurat berapa jumlah total import dan produksi. Biar gampang jadinya ditetapkan saja semuanya berdasarkan harga MOPS itu. Ini sekali lagi untuk mengakali keputusan MK,” ujarnya.
Sementara Ketua Komisi VII Mulyadi mengatakan perhitungan BBM bersubsidi dihitung berdasarkan jumlah BBM bersubsidi yang keluar dari depo Pertamina.
Padahal seharusnya yang menikmati subsidi itu adalah masyarakat. Karena sistem yang seperti ini lah banyak anggaran untuk subsidi justru disalahgunakan dan jadi tidak bermanfaat untuk rakyat.
Dijelaskan, begitu keluar depo BBM bersubsidi sudah dihitung oleh Pertamina subsidi. Makanya kalau ada BBM yang diselundupkan atau dijual ke industry, negara tetap harus membayar subsidi kepada pemerintah.
"Mau BBM di buang ke laut, ke hutan pun, asal sudah keluar depo Pertamina, negara harus membayarnya. Sementara pengawasan terhadap BBM bersubsidi lemah sehingga banyak penyelewenagan-penyelewengan yang pada akhirnya subsidi tidak dinikmati rakyat,” ujarnya.